Gunung Rinjani dan Kisah Letusan Terdahsyat Sejagat 7,5 Abad Silam

Semburan debu vulkanik mendadak menyeruak dari lubang letusan di sisi kerucut Barujari di Gunung Rinjani, Kabupaten Lombok Timur (propinsi Nusa Tenggara Barat) pada 25 Oktober 2015 Tarikh Umum (TU) pukul 10:04 WITA. Debu vulkanik itu menyembur hingga setinggi 200 meter di atas puncak. Dengan elevasi puncak Barujari adalah 2.376 meter dpl (dari paras laut rata-rata), maka semburan debu vulkanik itu membumbung hingga setinggi paling tidak 2.500 meter dpl. Sontak peristiwa di salah satu kerucut vulkanis yang menjulang di sisi timur Danau Segara Anak dalam Gunung Rinjani itu mengagetkan semua orang yang kebetulan sedang berada di sana. Terlebih Gunung Rinjani dengan Danau Segara Anaknya merupakan salah satu tujuan wisata populer. Pendakian ke gunung ini selalu menantang adrenalin, khususnya bagi para petualang.

Gambar 1. Awal mula Letusan Rinjani 2015 pada Minggu 25 Oktober 2015 TU pukul 10:45 WITA. Nampak debu vulkanik mulai menyembur dari sisi utara puncak kerucut Barujari. Diabadikan dari sudut barat daya danau Segara Anak. Sumber: PVMBG, 2015.

Gambar 1. Awal mula Letusan Rinjani 2015 pada Minggu 25 Oktober 2015 TU pukul 10:45 WITA. Nampak debu vulkanik mulai menyembur dari sisi utara puncak kerucut Barujari. Diabadikan dari sudut barat daya danau Segara Anak. Sumber: PVMBG, 2015.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pun memutuskan untuk menaikkan tingkat aktivitas Gunung Rinjani pada hari itu juga mulai pukul 12:00 WIB. Dari semula Aktif Normal (Level I), kini Gunung Rinjani menyandang status Waspada (Level II). Semburan debu vulkanik itu kembali berulang pada jam-jam dan hari-hari berikutnya dengan intensitas kian meninggi. Debu vulkanik Rinjani yang membumbung tinggi ke udara hingga 4.000 meter dpl. Ia kemudian terdorong angin regional ke arah Barat. Sehingga ruang udara pulau Lombok dan Bali praktis diselubungi debu vulkanik Barujari. Perkembangan tersebut memaksa VAAC (Volcanic Ash Advisory Commitee) Darwin, sebagai lembaga yang bertanggung jawab memantau dinamika letusan gunung berapi dan penyebaran debu vulkaniknya di ruang udara sekitarnya untuk menjamin keselamatan penerbangan sipil, menerbitkan peringatannya. Lalu lintas penerbangan sipil dianjurkan menghindari ruang udara pulau Lombok dan Bali. Sebagai konsekuensinya bandara Ngurah Rai, Denpasar (propinsi Bali) bandara Selaparang, Mataram (propinsi Lombok) dan bandara Blimbingsari, Banyuwangi (propinsi Jawa Timur) pun terpaksa ditutup sementara waktu. Ribuan penumpang menumpuk.

Perkembangan ini mengejutkan, terlebih bila dibandingkan dengan aktivitas Gunung Rinjani pada 2009 TU silam. Saat itu pun kerucut Barujari menyemburkan debu vulkaniknya dalam kurun sepanjang Mei hingga Agustus 2009 TU. Saat itu Gunung Rinjani juga dinyatakan berstatus Waspada (Level II). Namun ia tak sempat membuat lalu lintas penerbangan sipil pada ruang udara disekelilingnya dialihkan. Padahal saat itu ketinggian maksimum semburan debu vulkaniknya mencapai 1.000 meter di atas puncak, atau paling tidak 3.400 meter dpl.

Gambar 2. Letusan Rinjani 2015 berdasarkan observasi dari langit melalui satelit sumberdaya Bumi Himawari-8 dalam kanal cahaya tampak warna nyata. Gunung Rinjani berada di tengah citra dan nampak mengepulkan asap secara terus-menerus. Diabadikan dalam rentang waktu 4 hingga 6 November 2015 TU. Sumber: NOAA, 2015.
Gunung Rinjani-Samalas

Kerucut Barujari (Tenga) adalah satu dari dua kerucut vulkanis dalam kompleks Gunung Rinjani nan besar. Kerucut lainnya adalah kerucut Mas/Rombongan (2.100 meter dpl) yang terletak di sebelah barat Barujari. Pusat aktivitas vulkanik Gunung Rinjani saat ini berlangsung di kerucut Barujari, setidaknya semenjak pencatatan aktivitas Gunung Rinjani dimulai pada 1847 TU. Pada 1944 TU terjadi anomali saat letusan justru terjadi di sebelah barat kerucut Barujari. Itulah yang melahirkan kerucut Mas. Lima tahun berikutnya, aktivitas vulkanik kembali berpusat di kerucut Mas. Namun setelah itu kerucut Mas seakan tertidur dan aktivitas berpindah kembali ke kerucut Barujari.

Baik kerucut Barujari maupun Mas sejatinya merupakan gunung berapi anak. Ini adalah istilah bagi kerucut vulkanis kecil yang tumbuh dalam kaldera dari sebuah gunung berapi. Barujari dan Mas tumbuh di sisi timur kaldera Rinjani, atau kaldera Segara Anak, nan besar. Dimensi kaldera Rinjani adalah 8,5 x 6 kilometer persegi dengan kedalaman hingga 800 meter dari puncak tertingginya. Sebagian kaldera kini digenangi air sebagai Danau Segara Anak. Luas genangan danau ini mencapai 11 kilometer persegi dan kedalaman maksimum 230 meter. Prakiraan volume air danau adalah sekitar 1,02 kilometer kubik, terhitung sebelum Letusan Rinjani 2009. Paras air danau terletak pada elevasi sekitar 2.000 meter dpl. Dengan suhu air danau yang lebih tinggi ketimbang suhu udara setempat dan di beberapa titik muncul mata air panas, maka Danau Segara Anak mungkin adalah danau vulkanik berair panas yang terbesar sedunia.

Gambar 3. Panorama menakjubkan kompleks Gunung Rinjani diamati dari ketinggian 339 kilometer melalui stasiun antariksa internasional ISS pada 21 September 2002 TU. Nampak posisi tiga kerucut (masing-masing Rinjani, Barujari dan Mas), kawah tapalkuda, kaldera Segara Anak dan lembah Kokok Putih. Sumber: NASA, 2002.

Gambar 3. Panorama menakjubkan kompleks Gunung Rinjani diamati dari ketinggian 339 kilometer melalui stasiun antariksa internasional ISS pada 21 September 2002 TU. Nampak posisi tiga kerucut (masing-masing Rinjani, Barujari dan Mas), kawah tapalkuda, kaldera Segara Anak dan lembah Kokok Putih. Sumber: NASA, 2002.

Di sisi timur Danau Segara Anak, atau tepatnya di sisi timur kerucut Barujari dan Mas, menjulang kerucut lain yang jauh lebih besar dan lebih tinggi. Inilah kerucut Rinjani, yang puncaknya berelevasi 3.726 meter dpl. Inilah yang menjadikan Gunung Rinjani menduduki peringkat gunung berapi aktif tertinggi kedua di Indonesia, setelah Gunung Kerinci (propinsi Sumatra Barat). Puncak Rinjani berhiaskan sebuah cekungan kawah dengan beberapa titik solfatara (sumber gas belerang) didalamnya. Letusan Rinjani 1940 berpusat di puncak ini, dalam skala yang kecil. Uniknya, sisi barat kerucut Rinjani nampak tergerus cukup dalam hingga ke kaldera Segara Anak. Gerusan itu merupakan jejak dari peristiwa runtuhnya/longsornya lereng sektor tersebut dalam sejarahnya, hingga membentuk apa yang dikenal sebagai cekungan/kawah tapalkuda nan khas.

Danau Segara Anak bukanlah danau tertutup karena kalderanya sendiri bukanlah cekungan sempurna meski dihiasi oleh tebing-tebing curam bahkan terjal. Di sisi utara kaldera terdapat bagian terbuka sebagai lembah Kokok Putih nan besar, tempat mengalirnya sungai Kokok Putih. Sungai ini mendapatkan airnya dari Danau Segara Anak. Ia menghilir meliuk-liuk hingga bermuara di Laut Bali di utara. Setiap gangguan yang terjadi dalam lingkungan Danau Segara Anak, misalnya oleh masuknya material letusan dalam jumlah besar ke dalam danau, akan berimbas pada aliran sungai Kokok Putih. Banjir bandang pun berkemungkinan terjadi. Oleh karena itu sepanjang lembah sungai ini merupakan salah satu kawasan bahaya Gunung Rinjani.

Secara geografis Gunung Rinjani duduk di kepulauan Sunda Kecil (Bali dan Nusa Tenggara), rumah bagi sejumlah gunung berapi aktif legendaris seperti Gunung Tambora dan Gunung Sangeang Api. Tumbuh kembangnya Gunung Rinjani tak bisa dilepaskan dari subduksi lempeng Australia yang oseanik terhadap lempeng Sunda (Eurasia) yang kontinental. Sedikit berbeda dengan subduksi sejenis yang membentuk pulau Jawa, di Kepulauan Sunda Kecil ini muncul salah satu gejala unik subduksi. Yakni terbentuknya sesar naik busur belakang (back-arc thrust), dalam rupa sesar naik Wetar di sisi timur dan sesar naik Flores di sisi barat. Sama halnya dengan zona subduksi, zona sesar naik ini pun merupakan sumber gempa tektonik potensial dan bisa membangkitkan tsunami. Maka praktis kepulauan Sunda Kecil dikepung oleh jalur sumber gempa dan tsunami, baik di sisi selatan maupun di sisi utaranya.

Selain membentuk jalur sumber gempa, subduksi lempeng Australia terhadap lempeng Sunda juga menghasilkan zona pelelehan yang memproduksi magma. Di kepulauan Sunda Kecil, zona sumber magma itu berada di kedalaman 165 hingga 200 kilometer. Magma yang terbentuk dari kedalaman ini lantas bermigrasi ke atas, menuju bagian kerak bumi tertentu yang berperan sebagai dapur magma. Dari sana magma yang terkumpul kemudian berjuang kembali hingga menyeruak ke paras Bumi sebagai gunung berapi. Aktivitas gunung berapi di kawasan ini dimulai pada 450 ribu tahun silam dengan tumbuhnya Gunung Sembalun di bagian timur. Gunung Rinjani seperti yang kita lihat saat ini tumbuh lebih kemudian, mungkin baru muncul sekitar 12.000 tahun silam.

Gambar 4. Rekonstruksi tubuh gunung berapi kembar Rinjani-Samalas yang dilakukan tim peneliti gabungan Indonesia-Perancis. Gunung Rinjani-Samalas nampak memiliki dua puncak, yakni Puncak Rinjani (elevasi 3.726 meter dpl) dan Puncak Samalas (elevasi 4.200 +/- 100 meter dpl). Eks puncak Samalas kini ditempati oleh kaldera Segara Anak dengan dua kerucut gunung berapi anaknya (Barujari dan Mas). Sumber: Lavigne dkk, 2013.

Gambar 4. Rekonstruksi tubuh gunung berapi kembar Rinjani-Samalas yang dilakukan tim peneliti gabungan Indonesia-Perancis. Gunung Rinjani-Samalas nampak memiliki dua puncak, yakni Puncak Rinjani (elevasi 3.726 meter dpl) dan Puncak Samalas (elevasi 4.200 +/- 100 meter dpl). Eks puncak Samalas kini ditempati oleh kaldera Segara Anak dengan dua kerucut gunung berapi anaknya (Barujari dan Mas). Sumber: Lavigne dkk, 2013.

Bentuk tubuh Gunung Rinjani saat ini mengesankan ia terlalu besar bagi sebuah gunung berapi tunggal. Itu benar. Gunung Rinjani lebih merupakan gunung berapi kembar, yakni dua gunung berapi yang saling bersebelahan dan memiliki satu sumber pasokan magma yang sama. Kembaran Rinjani tumbuh di sisi baratnya, di tempat yang kini menjadi Danau Segara Anak. Catatan sejarah dalam Babad Lombok mengindikasikan kembaran Rinjani bernama Gunung Samalas. Rekonstruksi topografis yang dilakukan oleh tim peneliti gabungan Indonesia-Perancis memperlihatkan puncak Samalas memiliki elevasi 4.300 +/- 100 meter dpl. Kedua gunung berapi tersebut nampaknya bertumbuh bersama-sama hingga cukup besar, hingga akhirnya bagian bawah kedua tubuhnya pun menyatu. Sehingga secara keseluruhan gunung berapi besar itu dapat disebut sebagai Gunung Rinjani-Samalas. Fenomena serupa sempat pula terjadi pada Gunung Krakatau sebelum peristiwa tahun 1883 TU. Saat itu pun Gunung Krakatau sejatinya adalah tubuh gunung Rakata, Danan dan Perbuwatan yang menjadi satu.

Jika pernah ada Gunung Samalas di sisi barat Gunung Rinjani, mengapa wajahnya bisa berubah total menjadi kaldera Segara Anak seperti saat ini? Salah satu jawabannya terdapat di Babad Lombok. Dalam bentuk puisi, bagian babad ini berkisah tentang peristiwa mengerikan terkait Gunung Samalas pada tujuh abad silam.

Letusan Samalas 1257

Gunung Rinjani longsor dan Gunung Samalas runtuh, banjir batu gemuruh, menghancurkan Desa Pamatan, rumah-rumah rubuh dan
hanyut terbawa lumpur, terapung-apung di lautan, penduduknya banyak yang mati (baris 274).

Tujuh hari lamanya, gempa dahsyat meruyak bumi, terdampar di Leneng (Lenek), diseret oleh batu gunung yang hanyut, manusia berlari semua, sebahagian lagi naik ke bukit (baris 275).

Bersembunyi di Jeringo, semua mengungsi sisa kerabat raja, berkumpul mereka di situ, ada yang mengungsi ke Samulia, Borok, Bandar, Pepumba dan Pasalun, Serowok, Piling, dan Ranggi, Sembalun, Pajang dan Sapit (baris 276).

Di Nangan dan Palemoran, batu besar dan gelundungan tanah, duri dan batu menyan, batu apung dan pasir, batu sedimen granit, dan batu cangku, jatuh di tengah daratan, mereka mengungsi ke Brang batun (baris 277).

Ada ke Pundung, Buak, Bakang, Tana’ Bea, Lembuak, Bebidas, sebagian ada mengungsi ke bumi Kembang, Kekrang, Pengadangan dan Puka hate-hate lungguh, sebagian ada yang sampai, datang ke Langko, Pejanggik (baris 278).

Semua mengungsi dengan ratunya, berlindung mereka di situ, di Lombok tempatnya diam, genap tujuh hari gempa itu, lalu membangun desa, di tempatnya masing-masing (baris 279).

Baris-baris di atas adalah bagian Babad Lombok yang telah diterjemahkan, dari aslinya berbahasa Jawa Kawi (Jawa Kuno) menjadi bahasa Indonesia. Tanpa perlu menafsirkan lebih lanjut, terlihat jelas bahwa sesuatu terjadi pada Gunung Rinjani-Samalas. Yakni meletusnya puncak Samalas hingga membanjirkan batu-batu besar beraneka ragam jenis dan ukuran serta lumpur. Sementara puncak Rinjani longsor. Peristiwa itu terjadi bersamaan dengan gempa dahsyat selama tujuh hari berturut-turut. Gempa tersebut jelas gempa vulkanik dan jika demikian keras maka letusan Gunung Samalas saat itu tentu sangat besar. Tak heran jika terbentuk kaldera Segara Anak.

Gambar 5. Tebing curam yang tersusun dari timbunan pasir di pantai Luk, pulau Lombok bagian utara. Inilah salah satu jejak kedahsyatan Letusan Samalas 1257 pada tujuh setengah abad silam. Tebing curam setebal 35 meter ini sejatinya sisa dari endapan awan panas Letusan Samalas 1257 yang demikian melimpah. Di titik pantai Luk inilah awan panas memasuki perairan Laut Bali dan menerbitkan tsunami. Sumber: Lavigne dkk, 2013.

Gambar 5. Tebing curam yang tersusun dari timbunan pasir di pantai Luk, pulau Lombok bagian utara. Inilah salah satu jejak kedahsyatan Letusan Samalas 1257 pada tujuh setengah abad silam. Tebing curam setebal 35 meter ini sejatinya sisa dari endapan awan panas Letusan Samalas 1257 yang demikian melimpah. Di titik pantai Luk inilah awan panas memasuki perairan Laut Bali dan menerbitkan tsunami. Sumber: Lavigne dkk, 2013.

Catatan Babad Lombok didukung melimpahnya bukti terjadinya letusan sangat besar, yang berserakan di sekujur pulau Lombok. Di desa Sedau yang berjarak 22 kilometer sebelah barat daya kaldera, terdapat dinding terjal didominasi pasir yang menjulang setinggi 20 meter dari dasar. Dalam dinding ini banyak dijumpai fragmen batuan beku beragam ukuran dan potongan batu apung. Jelas dinding pasir ini merupakan endapan awan panas (piroklastika). Dinding pasir sejenis, bahkan dengan ketinggian hingga 35 meter, dijumpai di pantai Luk, yang berjarak 25 kilometer sebelah barat laut kaldera. Bahkan 30 kilometer sebelah tenggara kaldera, bersisian dengan selat Alas (batas pulau Lombok dan Sumbawa) pun dijumpai endapan sejenis dengan tebal 30 meter. Jelas endapan-endapan tersebut berasal dari aliran awan panas dalam volume sangat besar, ciri khas produk letusan dahsyat. Tengara letusan dahsyat itu juga terlihat dari temuan butir-butir batuapung dalam endapan awan panas. Batuapung yang berlimpah adalah indikator sebuah letusan dahsyat.

Gambar 6. Peta sebaran awan panas Letusan Samalas 1257 di pulau Lombok. Tanda panah menunjukkan jejak pergerakan material awan panas, seperti masih tersisa pada butir-butir batuapung didalamnya. Titik hitam berangka menunjukkan lokasi singkapan endapan awan panas di masa kini berikut ketebalannya (dalam meter). Sementara titik merah menunjukkan lokasi pengambilan perconto (sampel) arang kayu untuk pertanggalan radioaktif. Seluruh perconto konsisten berasal dari tahun 1257 TU. Sumber: Lavigne dkk, 2013.

Gambar 6. Peta sebaran awan panas Letusan Samalas 1257 di pulau Lombok. Tanda panah menunjukkan jejak pergerakan material awan panas, seperti masih tersisa pada butir-butir batuapung didalamnya. Titik hitam berangka menunjukkan lokasi singkapan endapan awan panas di masa kini berikut ketebalannya (dalam meter). Sementara titik merah menunjukkan lokasi pengambilan perconto (sampel) arang kayu untuk pertanggalan radioaktif. Seluruh perconto konsisten berasal dari tahun 1257 TU. Sumber: Lavigne dkk, 2013.

Selain endapan awan panas, pertanda lainnya dari letusan dahsyat Samalas juga nampak dari sebaran tefranya, yakni fragmen material produk letusan yang berjatuhan dari udara dan tak menyatu menjadi batu. Tefra letusan Samalas menyelubungi pulau Lombok dan bahkan sisi timur pulau Bali. Ketebalannya rata-rata dua kali lipat dari tefra produk Letusan Tambora 1815. Di tempat yang kini menjadi kota Mataram pada saat itu bahkan dihujani tefra hingga membentuk lapisan setebal 70 centimeter.

Berdasarkan pengukuran pertanggalan karbin radioaktif pada balok-balok kayu yang mengarang (menjadi arang) di dalam endapan awan panas, dapat ditentukan bahwa letusan dahsyat tersebut terjadi pada tahun 1257 TU. Sebaran tefra yang lebih banyak mengarah ke barat menjadi indikasi bahwa pada saat itu angin regional berhembus ke arah barat. Sehingga letusan itu terjadi pada musim kemarau. Lebih persisnya lagi letusan dahsyat tersebut, yang untuk selanjutnya dinamakan Letusan Samalas 1257, terjadi dalam waktu kapan saja di antara Mei hingga Oktober 1257 TU.

Seberapa dahsyat letusan tersebut?

Sebuah tim peneliti gabungan Indonesia-Perancis telah meneliti aspek-aspek Letusan Samalas 1257. Dipimpin oleh Franck Lavigne, di dalam tim gabungan ini terdapat beberapa vulkanolog papan atas Indonesia. Seperti Surono atau lebih akrab dengan nama Mbah Rono (saat itu masih menjabat Kepala PVMBG) dan Indyo Pratomo (dari Museum Geologi Bandung). Atas kerja keras merekalah kini kita tahu apa yang terjadi pada Gunung Rinjani-Samalas pada 1257 TU itu.

Letusan Samalas 1257 adalah letusan gunung berapi dengan kedahsyatan tak terperi dan tak pernah terbayangkan sebelumnya. Letusan dahsyat ini menyemburkan debu vulkanik teramat pekat secara vertikal hingga membentuk kolom hitam raksasa mirip tangan sangat besar seakan hendak meninju langit. Puncak kolom debu vulkanik pekat ini menjangkau ketinggian antara 34 hingga 52 kilometer dpl. Pada ketinggian ini debu vulkanik pekat itu lantas melebar ke samping. Sehingga secara keseluruhan kini terbentuk pemandangan menyerupai cendawan/payung raksasa, salah satu ciri khas dalam letusan-letusan dahsyat gunung berapi. Yakni letusan berskala 4 VEI (Volcanic Explosivity Index) atau lebih. Beberapa waktu kemudian, awan cendawan ini pun meluruh, jatuh kembali ke Bumi oleh tarikan gravitasi. Material letusan yang berjatuhan inilah yang kemudian melampar ke segala arah di paras Bumi sebagai awan panas.

Gambar 7. Peta sebaran debu vulkanik produk Letusan Samalas 1257 di pulau Lombok. Garis-garis menunjukkan kontur ketebalan endapan debu vulkanik (dalam centimeter). Titik-titik putih menunjukkan lokasi singkapan endapan debu vulkanik di masa kini yang digunakan untuk merekonstruksi kontur ketebalan debu vulkanik. Sumber: Lavigne dkk, 2013.

Gambar 7. Peta sebaran debu vulkanik produk Letusan Samalas 1257 di pulau Lombok. Garis-garis menunjukkan kontur ketebalan endapan debu vulkanik (dalam centimeter). Titik-titik putih menunjukkan lokasi singkapan endapan debu vulkanik di masa kini yang digunakan untuk merekonstruksi kontur ketebalan debu vulkanik. Sumber: Lavigne dkk, 2013.

Awan panas Letusan Samalas 1257 sebagian besar membanjir ke utara, meluncur jauh hingga lebih dari 20 kilometer untuk kemudian tercebur ke Laut Bali. Sementara sisanya memilih mengalir ke selatan untuk kemudian bercabang dua. Satu cabang berbelok ke barat daya dan menjalar hingga sejauh 40 kilometer lebih sebelum kemudian memasuki Selat Lombok. Apa yang kini menjadi kota Mataram, pada saat itu adalah salah satu jalur lintasan awan panas Letusan Samalas 1257 dengan ketebalan bermeter-meter yang menjadi bagian cabang barat daya ini. Dan cabang kedua berbelok ke tenggara dan mengalir sejauh lebih dari 30 kilometer lantas masuk ke Selat Alas. Sebelum tercebur ke perairan Selat Alas, awan panas cabang tenggara ini melintasi apa kini menjadi kota Selong, ibukota Kabupaten Lombok Timur. Di sini pun ketebalan awan panas itu masih berpuluh meter.

Baik di Laut Bali, Selat Lombok maupun Selat Alas, terceburnya material awan panas ke dalam perairan-perairan tersebut dalam volume yang sangat besar menghasilkan olakan air laut yang tak kalah besarnya. Olakan inilah yang menjalar sebagai tsunami. Tsunami inilah salah satu kekhasan Letusan Samalas 1257, meski fenomena serupa yang juga teramati dalam Letusan Tambora 1815 berabad kemudian. Berbeda dengan Gunung Krakatau, Gunung Rinjani-Samalas berdiri di tengah-tengah daratan dan jauh dari pesisir. Tapi oleh letusannya yang demikian dahsyat hingga memuntahkan rempah letusan dalam volume sangat besar, maka awan panas yang diproduksinya pun sangat berlimpah. Akibatnya awan panas itu sanggup menjalar jauh dan memasuki perairan dalam volume yang masih cukup besar. Karena volume awan panasnya lebih besar, tsunami Letusan Samalas 1257 mungkin juga lebih besar ketimbang yang dihasilkan Letusan Tambora 1815. Namun sebagai longsoran material yang memasuki perairan, tsunami Letusan Samalas 1257 pun takkan menjalar terlalu jauh dari perairan Laut Bali. Meski mungkin masih sanggup menghasilkan kerusakan signifikan dan merenggut korban jiwa terutama di pesisir pulau Jawa bagian utara serta pulau Kalimantan dan pulau Sulawesi bagian selatan.

Selain menghempaskan awan panas, Letusan Samalas 1257 juga menyemburkan debu vulkanik dalam jumlah yang tak kalah banyak. Sekujur pulau Lombok pun berubah abu-abu dibedaki debu. Ketebalan endapan debu vulkanik bervariasi antara 20 hingga lebih dari 90 centimeter. Bahkan pulau Bali sisi timur pun tak lepas tertimbuni debu hingga setebal 10 centimeter. Sementara sebagian pulau Jawa dibedaki debu vulkanik setebal antara 1 hingga 5 centimeter. Hembusan angin regional dari timur menyebabkan debu vulkanik lebih banyak ditebarkan ke arah barat dari pulau Lombok. Namun dengan tingginya kolom debu vulkanik yang terinjeksi ke langit serta sangat besarnya volume magma yang dimuntahkan, praktis menjadikan rempah letusan memasuki lapisan stratosfer. Untuk selanjutnya ia pun terdistribusikan oleh arus-arus udara didalamnya hingga akhirnya menyelimuti hampir sekujur ruang udara Bumi.

Gambar 8. Batang kayu yang telah mengarang (menjadi arang) di dalam singkapan pasir yang adalah endapan awan panas Letusan Samalas 1257, tersingkap di tepi sungai Luk, pulau Lombok bagian utara. Proses pengarangan batang kayu ini terjadi bersamaan dengan terjangan awan panas Letusan Samalas 127 yang bersuhu tinggi. Arang ini dijumpai dalam ekspedisi Badan geologi ke Gunung Rinjani pada 2014 TU silam. Sumber: Oki Oktariadi, 2014, komunikasi pribadi.

Gambar 8. Batang kayu yang telah mengarang (menjadi arang) di dalam singkapan pasir yang adalah endapan awan panas Letusan Samalas 1257, tersingkap di tepi sungai Luk, pulau Lombok bagian utara. Proses pengarangan batang kayu ini terjadi bersamaan dengan terjangan awan panas Letusan Samalas 127 yang bersuhu tinggi. Arang ini dijumpai dalam ekspedisi Badan geologi ke Gunung Rinjani pada 2014 TU silam. Sumber: Oki Oktariadi, 2014, komunikasi pribadi.

Tim peneliti gabungan menemukan volume debu vulkanik yang mengguyur pulau Lombok dan sekitarnya berkisar antara 5,6 hingga 7,6 kilometer kubik, yang setara dengan 2 hingga 2,8 kilometer material sepadat batuan atau DRE (dense rock equivalent). Sementara volume awan panasnya yang melampar di daratan mencapai 14,5 kilometer kubik, setara dengan 8 kilometer kubik material sepadat batuan. Itu hampir tiga kali lipat lebih banyak ketimbang volume awan panas Letusan Tambora 1815. Tim juga menemukan Letusan Samalas 1257 juga membuat puncak Samalas (dengan volume sekitar 15,4 kilometer kubik material sepadat batuan) terpangkas habis. Sebagai gantinya adalah sebuah kawah raksasa atau kaldera yang memiliki volume sekitar 18,4 kilometer kubik material sepadat batuan, Di dalam kaldera ini tersekap rempah letusan sebanyak 3,7 kilometer kubik material sepadat batuan. Mereka terlalu berat sehingga tak sanggup terlontar jauh. Selain itu ditemukan pula bahwa Letusan Samalas 1257 berpengaruh besar terhadap puncak Rinjani. Yakni menyebabkan lereng puncak sektor barat rontok sebagai letusan lateral, memuntahkan sekitar 2,5 kilometer kubik material sepadat batuan.

Bila segenap kaldera Segara Anak beserta isinya dan kawah tapalkuda Rinjani merupakan ekspresi paras Bumi dari pengeluaran magma besar-besaran dalam Letusan Samalas 1257, maka letusan itu menghamburkan sekurangnya 40 kilometer kubik magma sepadat batuan. Sebagai pembanding, Letusan Tambora 1815 menyemburkan 33 kilometer kubik magma sepadat batuan. Jika volume rempah letusan (non-sepadat batuan) dari Tambora adalah sekitar 160 kilometer kubik, maka dengan anggapan bahwa densitas (massa jenis) magma Samalas serupa Tambora, Letusan Samalas 1257 menghamburkan tak kurang dari 195 kilometer kubik magma. Dengan demikian Letusan Samalas 1257 menjadi letusan terdahsyat yang pernah terjadi di paras Bumi dalam kurun 7.000 tahun terakhir. Ia juga menumbangkan rekor yang semula dipegang Gunung Tambora dengan kukuh. Skala letusan Samalas ini adalah 7 VEI. Volume magma yang dimuntahkan Letusan Samalas 1257 sekaligus menjadikan Letusan Krakatau 1883 (20 kilometer kubik) terasa begitu kerdil. Tim peneliti gabungan tersebut juga menemukan bahwa dalam puncak kedahsyatannya, Letusan Samalas 1257 menyemburkan tak kurang dari 1,1 juta ton magma sepadat batuan per detik. Massa total magma yang dilepaskan mencapai tak kurang dari 99 milyar ton.

Tim peneliti gabungan Indonesia-Perancis itu menggarisbawahi bahwa volume magma Letusan Samalas 1257 yang mereka simpulkan sejatinya hanyalah volume minimal. Mereka belum memperhitungkan seberapa banyak awan panas yang masuk ke dalam laut. Juga seberapa banyak debu yang tersebar hingga jarak yang sangat jauh dari Gunung Rinjani-Samalas. Sebagai pembanding, dalam Letusan Tambora 1815, dari 33 kilometer kubik magma sepadat batuan yang dimuntahkan sebanyak 26,2 kilometer kubik (sepadat batuan) diantaranya merupakan debu vulkanik yang tersebar sangat jauh.

Gambar 9. Salah satu singkapan tefra Letusan Samalas 1257 yang terletak di Gunungsari, sebelah utara kota Mataram (lokasi nomor 9 dalam peta). Jejak kedahsyatan letusan tersebut tertera di sini, sebagai endapan pasir dan batuapung berlapis tiga (masing-masing ditandai sebagai F1, F2 dan F3). Menandakan sedikitnya terjadi tiga erupsi bertipe Plinian. Sumber Lavigne dkk, 2013.

Gambar 9. Salah satu singkapan tefra Letusan Samalas 1257 yang terletak di Gunungsari, sebelah utara kota Mataram (lokasi nomor 9 dalam peta). Jejak kedahsyatan letusan tersebut tertera di sini, sebagai endapan pasir dan batuapung berlapis tiga (masing-masing ditandai sebagai F1, F2 dan F3). Menandakan sedikitnya terjadi tiga erupsi bertipe Plinian. Sumber Lavigne dkk, 2013.

Berdasarkan eksistensi kristal-kristal plagioklas yang tersisipi kristal silika ter-rehomogenisasi, tim memperkirakan suhu magma Letusan Samalas 1257 sebesar 1.000° Celcius. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa Letusan Samalas 1257 melepaskan energi termal sebesar tak kurang dari 39.000 megaton TNT. Sebagai ilustrasi untuk menggambarkan betapa besarnya energi letusan ini, kumpulkan 1,95 juta butir bom nuklir sekelas Little Boy yang menghancurkan Hiroshima di akhir Perang Dunia 2 di satu tempat. Lalu ledakkanlah bersama-sama. Sebesar itulah energi termal Letusan Samalas 1257. Sebagai pembanding lagi, Letusan Tambora 1815 melepaskan energi ‘hanya’ sebesar 27.000 megaton TNT.

Zaman Es Kecil

Dampak langsung Letusan Samalas 1257 terkisah dalam Babad Lombok, dimana Pamatan (ibukota kerajaan Lombok) dihancurkan oleh letusan tersebut. Jika mengacu pada apa yang terjadi pada kerajaan-kerajaan di pulau Sumbawa saat berhadapan dengan Letusan Tambora 1815 berabad kemudian, jelas kematian besar-besaran terjadi pada penduduk di pulau Lombok dan (sebagian) pulau Bali. Dapat dikatakan bahwa telah terjadi kematian penduduk dalam jumlah besar-besaran di Lombok dan Bali. Ini membuat struktur organisasi kehidupan masyarakat menjadi hancur. Sehingga ditengarai membuat Kertanegara tak kesulitan menguasai Bali dan Lombok kala menggerakkan balatentara Singhasari menggempur wilayah ini pada 1284 TU.

Gambar 10. Simulasi dampak global Letusan Samalas 1257 dalam bentuk penurunan suhu rata-rata per region (berdasarkan dua model). Sumbu datar (horizontal) menunjukkan angka tahun, sementara sumbu tegak (vertikal) menunjukkan garis-garis lintang (N untuk Lintang Utara dan S untuk Lintang Selatan). Meski penurunan suhu rata-rata global akibat letusan dahsyat ini berkisar 1° Celcius di bawah normal, namun bagi region lingkar kutub utara bisa mencapai 6° Celcius di bawah normal. Sumber: Schneider dkk, 2008.

Gambar 10. Simulasi dampak global Letusan Samalas 1257 dalam bentuk penurunan suhu rata-rata per region (berdasarkan dua model). Sumbu datar (horizontal) menunjukkan angka tahun, sementara sumbu tegak (vertikal) menunjukkan garis-garis lintang (N untuk Lintang Utara dan S untuk Lintang Selatan). Meski penurunan suhu rata-rata global akibat letusan dahsyat ini berkisar 1° Celcius di bawah normal, namun bagi region lingkar kutub utara bisa mencapai 6° Celcius di bawah normal. Sumber: Schneider dkk, 2008.

Namun dampak global letusan dahsyat inilah yang menggetarkan dunia. Seperti halnya letusan-letusan dahsyat gunung berapi lainnya, Letusan Samalas 1257 pun berdampak serius. Awan panasnya memang sebatas melumuri pulau Lombok dalam bara, dengan sebagian diantaranya tercebur ke laut dan melimburkan tsunami. Namun debu vulkaniknya mencekik dunia. Demikian halnya dengan gas Belerang (sulfurdiosida)-nya yang disemburkan ke udara. Diperkirakan Letusan Samalas 1257 menyemburkan tak kurang dari 55 juta ton gas sulfurdioksida. Di atmofer, gas belerang ini segera bereaksi dengan butir-butir uap air hingga membentuk aerosol asam sulfat. Diperkirakan massa aerosol asam sulfat tersebut tak kurang dari 370 juta ton. Bersama debu vulkanik, eksistensi aerosol asam sulfat dalam lapisan stratosfir membentuk sejenis tabir surya alamiah. Ia mereduksi kuantitas cahaya Matahari yang seharusnya tiba di paras Bumi. Sebagai akibatnya reaksi berantai dampak global Letusan Samalas 1257 pun terpantik.

Berkurangnya intensitas cahaya Matahari yang diterima Bumi membuat suhu udara rata-rata paras Bumi menurun. Imbasnya, tingkat penguapan air pun ikut menurun. Sehingga cuaca menjadi kacau-balau. Di sisi lain tutupan salju dan es meluas. Akibatnya tanaman pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu pun sangat terpengaruh. Produksi pangan merosot drastis. Kelaparan pun melanda. Di saat bersamaan, sanitasi memburuk khususnya di kawasan yang diguyur hujan lebih deras dari normal. Bibit penyakit pun mulai berpesta pora. Dikombinasikan dengan udara yang mendingin, maka penyakit pun bergentayangan kian jauh hingga melampaui wilayah tradisionalnya. Inilah mimpi terburuk yang harus dihadapi dunia kala berhadapan dengan sebuah letusan dahsyat gunung berapi, horor yang lebih dikenal dengan nama musim dingin vulkanis.

Musim dingin vulkanis Letusan Samalas 1257 nan dahsyat terekspresikan dari berkurangnya intensitas penyinaran Matahari hingga 11,5 watt per meter persegi di bawah normalnya. Konsekuensinya suhu rata-rata paras Bumi menurun hingga hampir 1° Celcius di bawah normal. Nilai tersebut adalah penurunan suhu rata-rata global. Karena paras Bumi terdiri dari region berbeda-beda mulai tropis, subtropis hingga lingkar kutub, maka penurunan suhu paras Bumi di tiap region sejatinya berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan bahwa kian menjauh dari garis khatulistiwa maka nilai penurunan suhu paras Bumi akan kian lebih besar dibanding rata-rata global. Sehingga region subtropis dan kutub mengalami penurunan suhu jauh lebih besar ketimbang 1° Celcius. Ini menjadi pemicu berbagai anomali cuaca dalam satu bagian episode anomali iklim yang kerap disebut sebagai zaman es kecil.

Gambar 11. Simulasi dampak global Letusan Samalas 1257 dalam bentuk anomali curah hujan global (berdasarkan satu model). Sumbu datar (horizontal) menunjukkan garis-garis bujur (E untuk Bujur Timur dan W untuk Bujur Barat). Sementara sumbu tegak (vertikal) menunjukkan garis-garis lintang (N untuk Lintang Utara dan S untuk Lintang Selatan). Terlihat kecuali sebagian Afrika dan Amerika Selatan, hampir segenap daratan mengalami penurunan curah hujan. Sumber: Schneider dkk, 2008.

Gambar 11. Simulasi dampak global Letusan Samalas 1257 dalam bentuk anomali curah hujan global (berdasarkan satu model). Sumbu datar (horizontal) menunjukkan garis-garis bujur (E untuk Bujur Timur dan W untuk Bujur Barat). Sementara sumbu tegak (vertikal) menunjukkan garis-garis lintang (N untuk Lintang Utara dan S untuk Lintang Selatan). Terlihat kecuali sebagian Afrika dan Amerika Selatan, hampir segenap daratan mengalami penurunan curah hujan. Sumber: Schneider dkk, 2008.

Catatan-catatan dari Eropa masa itu menggambarkan betapa dahsyat situasi yang mendera kawasan pasca 1257 TU. Hujan deras salah musim yang mengguyur sepanjang musim panas dan gugur tahun 1257 dan 1258 TU menghancurkan lahan pertanian di Inggris, Jerman bagian barat, Perancis dan Italia bagian utara. Kelaparan pun merajalela. Inggris paling terpukul oleh bencana kelaparan ini. Para petani yang mengalami gagal panen memilih pergi ke London bersama keluarganya, dalam upaya putus asa untuk mendapatkan bahan makanan. Korban jiwa pun berjatuhan. Sedemikian parahnya bencana kelaparan di Inggris, sehingga Richard of Cornwall (raja Jerman) berinisiatif mengumpulkan gandum dari tanah Jerman dan Belanda untuk disumbangkan ke Inggris. Senyampang Jerman sendiri juga sedang diterpa kesulitan. Bencana kelaparan dalam skala yang lebih kecil juga merajalela di Perancis dan Italia bagian utara. Harga bahan makanan meroket luar biasa. Di luar Eropa, bencana kelaparan tercatat juga berkecamuk di kawasan Asia Barat, tepatnya di Irak, Suriah dan Turki tenggara. Bencana kelaparan ini dihubung-hubungkan pula dengan invasi Mongol (di bawah pimpinan Hulagu Khan) ke kawasan ini, yang berujung pada tergulingnya Dinasti Abbasiyah.

Selain bencana kelaparan, bibit penyakit pun merebak seiring menurunnya sanitasi lingkungan akibat suhu rata-rata yang menurun dari normal ditunjang deraan hujan deras berkepanjangan. Penyakit menular bergentayangan di antara kawanan hewan ternak seperti domba, yang memperparah derajat kelaparan. Penyakit menular pun merajalela di kalangan rakyat jelata dan merenggut nyawa. Hingga April 1259 TU, wabah penyakit diketahui telah berkecamuk hebat di London (Inggris), Paris dan bagian Perancis lainnya, Italia serta Austria. Wabah penyakit itu memiliki sejumlah gejala yang mirip epidemi influenza, namun apa yang sebenarnya menjangkiti umat manusia saat itu belum diketahui dengan pasti.

Selain dari catatan-catatan tersebut, jejak kedahsyatan Letusan Samalas 1257 juga terekam dalam lapisan-lapisan es di lingkar kutub, baik di kutub utara maupun selatan. Pengeboran-pengeboran di padang es yang terletak di pulau Greeenland, Arktika Kanada dan Antartika memperlihatkan adanya konsentrasi asam sulfat sangat tinggi dalam lapisan es yang berasal dari sekitar tahun 1258 TU. Asam sulfat tersebut mengandung jejak-jejak penanda yang sama dengan aerosol asam sulfat produk letusan dahsyat gunung berapi. Konsentrasi asam sulfatnya cukup tinggi, dua kali lebih tinggi ketimbang asam sulfat produk Letusan Tambora 1815 dan delapan kali lebih tinggi dari asam sulfat produk Letusan Krakatau 1883 yang ada di inti pengeboran (core) yang sama. Melimpahnya asam sulfat vulkanis pada lapisan es yang berasal dari sekitar tahun 1258 TU telah diketahui sejak lama sekaligus memastikan bahwa lokasi gunung berapi yang meletus dahsyat terletak di region tropis.

Sebelum 2013 TU sempat muncul dugaan bahwa gunung berapi penyebab anomali cuaca dan limpahan asam sulfat itu adalah Gunung Harrah Rahat (Saudi Arabia) melalui Letusan Rahat 1256. Namun dengan volume magma Letusan Rahat 1256 ‘hanya’ setengah kilometer kubik, dampak yang ditimbulkannya takkan mengglobal. Kandidat berikutnya adalah Gunung el Chichon (Meksiko), yang diketahui meletus pada rentang waktu kapan saja di antara tahun 1260 hingga 1460 TU, berdasarkan pertanggalan radioaktif. Namun Letusan el Chichon ini pun meragukan, karena diperkirakan memiliki skala letusan ‘hanya’ 5 VEI, yang setara pengeluaran magma antara 1 hingga 10 kilometer kubik saja. Dengan kata lain Letusan el Chichon saat itu lebih lemah ketimbang Letusan Krakatau 1883. Padahal konsentrasi asam sulfat yang ditemukan pada lapisan es dari sekitar tahun 1258 TU adalah delapan kali lebih besar ketimbang yang dihasilkan Letusan Krakatau 1883.

Gambar 12. Kombinasi data yang menunjukkan jejak-jejak Letusan Samalas 1257 dalam lembaran es di kutub utara (diwakili Greenland) dan kutub selatan (Antartika). Terlihat konsentrasi sulfat yang sangat tinggi baik di kutub utara maupun selatan. Juga terlihat terjadinya penurunan intensitas sinar Matahari yang diterima paras Bumi pasca Letusan Samalas 1257. Sumber: Schneider dkk, 2008.

Gambar 12. Kombinasi data yang menunjukkan jejak-jejak Letusan Samalas 1257 dalam lembaran es di kutub utara (diwakili Greenland) dan kutub selatan (Antartika). Terlihat konsentrasi sulfat yang sangat tinggi baik di kutub utara maupun selatan. Juga terlihat terjadinya penurunan intensitas sinar Matahari yang diterima paras Bumi pasca Letusan Samalas 1257. Sumber: Schneider dkk, 2008.

Kombinasi bencana kelaparan dan wabah penyakit jelas merenggut banyak korban jiwa. Ekskavasi arkeologis di Spitalfields, London (Inggris) saja mengungkap ratusan kerangka manusia yang seluruhnya tewas hanya dalam setahun pasca Letusan Samalas 1257. Inilah salah satu bukti dahsyatnya bencana kelaparan dan wabah penyakit tersebut. Meski begitu seberapa besar jumlah korban jiwanya dalam lingkup global takkan pernah bisa diketahui. Sebagai pembanding, dampak langsung Letusan Tambora 1815 merenggut sekitar 71.000 jiwa. Namun dampak tak langsungnya menelan tak kurang dari sejuta korban jiwa secara global. Letusan Samalas 1257 mungkin merenggut korban lebih besar lagi.

Letusan Rinjani 2015

Kini, tujuh setengah abad kemudian, Gunung Rinjani kembali menggeliat. PVMBG mencatat intensitas letusan memperlihatkan kecenderungan menguat sejak 2 November 2015 TU tengah hari. Gempa tremor menerus terjadi sepanjang 2 hingga 5 November 2015 TU, mengindikasikan letusan terjadi secara terus-menerus pada saat itu. Selain membumbungkan debu vulkanik, puncak Barujari juga melelehkan lava pijar ke arah timur laut. Namun sejauh ini bongkahan batu, kerikil dan pasir dalam rempah letusan masih berjatuhan di sekujur tubuh kerucut Barujari saja.

Dengan semua fakta tersebut, akankah letusan Rinjani kali ini berkembang membesar? Akankah ia berkembang menjadi sedahsyat Letusan Kelud 2014? Atau bahkan akankah letusan ini berkembang lebih jauh lagi hingga menyamai leluhurnya tujuh setengah abad silam dalam Letusan Samalas 1257 yang demikian dahsyat?

Jawaban singkatnya, tidak. Lebih teknisnya, peluang ke arah letusan yang lebih besar adalah kecil. Sementara peluang terjadinya letusan dahsyat adalah sangat kecil.

Gambar 13. Grafik RSAM Gunung Rinjani dalam periode 27 Oktober hingga 5 November 2015 TU. Sumbu datar (horizontal) menunjukkan tanggal sementara sumbu tegak (vertikal) menunjukkan energi letusan (tanpa satuan). Terlihat ada peningkatan energi letusan semenjak 2 November 2015 TU, namun setelah itu berfluktuasi. Sumber: PVMBG, 2015.

Gambar 13. Grafik RSAM Gunung Rinjani dalam periode 27 Oktober hingga 5 November 2015 TU. Sumbu datar (horizontal) menunjukkan tanggal sementara sumbu tegak (vertikal) menunjukkan energi letusan (tanpa satuan). Terlihat ada peningkatan energi letusan semenjak 2 November 2015 TU, namun setelah itu berfluktuasi. Sumber: PVMBG, 2015.

Mengapa? Aktivitas Gunung Rinjani pada saat ini terpusat di kerucut Barujari dalam kaldera Segara Anak. Aktivitas semacam ini merupakan ciri khas aktivitas pascakaldera, yakni aktivitas vulkanik yang tumbuh berkembang setelah letusan dahsyat yang membentuk kaldera. Aktivitas pascakaldera ditandai dengan munculnya lubang letusan di dasar/tepi kaldera sebuah gunung berapi. Darinya tersembur rempah-rempah letusan dari erupsi berenergi lemah sehingga tertimbun di sekeliling lubang letusan. Lambat laun timbunan rempah-rempah letusan itu membentuk kubah/kerucut vulkanis yang kian lama kian membesar. Kerucut vulkanis dalam kaldera acap disebut sebagai gunung berapi anak. Inilah ciri khas itu, aktivitas pascakaldera hampir selalu berupa aktivitas vulkanik membangun. Yakni membangun tubuh sebuah gunung berapi baru. Bukan jenis aktivitas vulkanik yang merusak.

Aktivitas yang membangun itu bakal terus berlangsung, membuat tubuh gunung berapi anak kian bongsor saja. Hingga akhirnya ia akan begitu meraksasa, menyamai atau bahkan malah melampaui ukuran induknya. Inilah titik balik dimana gunung berapi tersebut akan berubah, dari semula ber-aktivitas membangun menjadi merusak. Pada momen inilah letusan besar atau bahkan letusan dahsyat berkemungkinan terjadi. Terlebih jika induk gunung berapi tersebut pernah memiliki sejarah letusan dahsyat di masa silam, yang ditandai dengan eksistensi kaldera.

Jika mengacu pola tersebut, letusan Rinjani saat ini masih tergolong sebagai aktivitas vulkanik membangun. Kerucut Barujari dan Mas yang ada di dalam kaldera Segara Anak sejatinya merupakan gunung berapi anak. Sepanjang sejarahnya (terhitung semenjak 1847 TU), aktivitas vulkanik di kerucut Barujari terbatasi hanya pada letusan-letusan berskala antara 0 hingga 2 VEI. Satu-satunya letusan yang lebih besar adalah Letusan Rinjani 1994 yang berskala 3 VEI, atau memuntahkan magma di antara 10 hingga 100 juta meter kubik. Sedangkan aktivitas vulkanik yang merusak pada umumnya ditandai dengan letusan berskala minimal 4 VEI, atau minimal memuntahkan 100 juta meter kubik magma. Contoh letusan berskala 4 VEI misalnya Letusan Kelud 2014 dan Letusan Sangeang Api 2014, keduanya terjadi di tahun 2014 TU lalu. Bila mengacu pada pola ini, Letusan Rinjani 2015 mungkin takkan melampaui skala 2 atau 3 VEI.

Indikasi lain bahwa Letusan Rinjani 2015 berpeluang sangat kecil untuk berkembang menjadi letusan yang lebih besar terlihat dari data kegempaan hingga saat ini. Catatan aktivitas Gunung Rinjani yang dipublikasikan PVMBG memperlihatkan pasokan magma segar, yang dicirikan melalui gempa vulkanik dalam (VA) dan gempa vulkanik dangkal (VB), tak mengalami peningkatan dramatis. Hal itu diperlihatkan oleh absennya kedua jenis gempa tersebut sejak awal November. Padahal dalam periode 25-31 Oktober 2015 TU tercatat terjadi 50 gempa vulkanik dalam dan 44 gempa vulkanik dangkal. Sebaliknya sejak awal November justru hanya terekam gempa tremor. Gempa vulkanik yang satu ini merupakan pertanda degasifikasi (pelepasan gas-gas vulkanik dari magma saat magma segar sudah hampir tiba di dasar lubang letusan Barujari).

Pertanda yang lebih jelas terlihat dari data RSAM (realtime seismic amplitude measurement), yang mencerminkan energi Letusan Rinjani 2015. Data RSAM memperlihatkan Letusan Rinjani kali ini mengalami peningkatan semenjak tengah hari 2 November 2015 TU. Tetapi selepas itu Letusan Rinjani berfluktuasi, kadang melemah sedikit dan sebaliknya kadang menguat sedikit. Meski demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdeteksi adanya lonjakan energi letusan dalam skala besar-besaran. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa peluang terjadinya letusan Rinjani yang lebih besar, apalagi letusan dahsyat adalah sangat kecil.

Referensi :

PVMBG. 2015. Peningkatan Tingkat Aktivitas G. Rinjani Dari Level I (Normal) Ke Level II (Waspada), 25 Oktober 2015. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI, 26 Oktober 2015.

PVMBG. 2015. Evaluasi Data Pengamatan Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, Hingga 5 November 2015. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI, 9 November 2015.

Global Volcanism Program. 2015. Rinjani. Smithsonian Institution

Lavigne dkk. 2013. Source of the Great A.D. 1257 Mystery Eruption Unveiled, Samalas Volcano, Rinjani Volcanic Complex, Indonesia. Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS), vol. 110, no. 42, 16742–16747.

Geay dkk. 2007. Volcanoes and ENSO over the Past Millennium. Journal of Climate, vol 21, 3134-3148.

Schneider dkk. 2008. Climatic Impacts of the Largest Volcanic Eruption of the Last Millennium. CCSM Workshop 2008, National Center for Atmospheric Research.

Stothers. 2000. Climactic and Demographic Consequence of the Massive Volcanic Eruption of 1258. Climactic Change, vol. 45 (2000) 361-374.

Asnawir dkk. 2010. Rinjani and Propok Volcanics as a Heat Sources of Geothermal Prospects from Eastern Lombok, Indonesia. Jurnal Geoaplika, vol. 5, no. 1 (2010), 001-009.

Solikhin dkk. 2010. Geochemical and Thermodinamic Modeling of Segara Anak Lake and the 2009 Eruption of Rinjani Volcano, Lombok, Indonesia. Jurnal Geologi Indonesia, vol. 5, no. 4 (Desember 2010), 227-239.