Satu bencana alam gerakan tanah berskala besar terjadi di Desa Kalijering Kec. Padureso Kab. Kebumen Padureso pada Selasa 9 Februari 2021 TU. Gerakan tanah terjadi pada lereng timur sebuah bukit yang berdiri di tapalbatas Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Purworejo, tepatnya di RT 02 RW 2 dusun Krajan. Sebuah dusun yang berpenduduk 750 jiwa yang terdiri atas 267 kepala keluarga (KK). Gerakan Tanah Kalijering 2021, begitu untuk selanjutnya disebut, melanda 6 rumah di kaki bukit. Rumah–rumah tersebut hancur, terseret material gerakan tanah dan kemudian tertimbun.
Bencana gerakan tanah ini merenggut korban jiwa dan harta benda. Korban jiwa mencapai tiga orang. Dua korban pertama ditemukan dalam beberapa jam pascakejadian. Sementara korban terakhir baru ditemukan lima hari berikutnya setelah melalui pencarian intensif. Selain menghancurkan enam rumah, bencana gerakan tanah ini juga memaksa 32 KK untuk mengungsi dan harus direlokasi. Mengingat tempat tinggalnya kini berada dalam zona rawan.
Bencana gerakan tanah ini menjadi peristiwa terparah se–Kab. Kebumen dalam lima tahun terakhir. Tepatnya setelah Bencana Gerakan Tanah Sampang 2016 di Kec. Sempor yang merenggut korban jiwa 6 orang. Terkait peristiwa tersebut maka komunitas Tanggap Bencana Kebumen mencoba melakukan penyelidikan. Penyelidikan diselenggarakan dengan bantuan : citra–citra satelit (Sentinel–2 dari Copernicus), fotogrametri pesawat udara tanpa awak (drone) oleh komunitas Kebumen Aerial, peta berbasis citra satelit dari Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Propinsi Jawa Tengah, perangkat lunak Google Earth, perangkat lunak DEM (digital elevation model), studi pustaka dan tinjauan lapangan.
Tujuan dari penyelidikan ini adalah untuk mengungkap kemungkinan faktor pemicu dan faktor pengontrol. Juga untuk membentuk usulan mitigasi guna mengantisipasi peristiwa sejenis di masadepan dalam lingkup Kab. Kebumen. Minimal mereduksi terjadinya potensi korban manusia.
Temuan
Banyak hal menarik ditemukan dari penyelidikan tersebut. Gerakan Tanah Kalijering 2021 terjadi di sebuah bukit yang menjadi bagian dari taji tumpang–tindih (interlocking spur). Taji tumpang tindih adalah jajaran perbukitan yang tersusun demikian rupa hingga membentuk dua dinding yang saling berhadapan dan nampak seperti bentuk resleting saat dilihat dari atas. Di tengah–tengahnya terdapat lembah sungai dengan stadia muda (bentuk V) yang dialiri sebatang Kali Kreweng. Kali Kreweng merupakan anak Sungai Wawar, sungai utama paling timur di Kab. Kebumen.
Mahkota longsor terletak pada koordinat 7º 37’ 35” LS 109º 48’ 35” BT dengan elevasi 210 mdpl. Sedangkan lidah longsor tepat memasuki aliran Kali Kreweng pada koordinat 7º 37’ 30” LS 109º 48’ 49” BT dan elevasi 74 mdpl. Secara keseluruhan luas area Gerakan Tanah Kalijering 2021 adalah 37.600 meter persegi dengan panjang (horizontal) sebesar 514 meter. Citra satelit yang dibandingkan dengan fotogrametri drone menunjukkan area gerakan tanah terbagi menjadi dua : sub–area atas dan sub–area bawah. Sub–area atas seluas 27.600 meter persegi sepanjang (horizontal) 336 meter dengan kemiringan 17º (31 %). Sementara sub–area bawah lebih kecil, dengan luas hanya 10.000 meter persegi, panjang (horizontal) 178 meter dan 10º (18 %).
Mengacu UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka kemiringan lereng tergolong ke dalam kelas agak curam (sub–area bawah) hingga curam (sub–area atas). Irisan melintang barat–timur pada bukit tersebut menunjukkan hanya lereng sebelah timur yang kemiringannya agak curam hingga curam. Sebaliknya lereng sebelah barat lebih landai dengan kemiringan di bawah 10 %. Litologi setempat adalah formasi Halang, satuan batuan sedimen produk aktivitas vulkanisme periode Halang yang diendapkan di laut dalam pada zaman Miosen akhir hingga Pliosen (16 hingga 2 juta tahun silam). Namun pemeriksaan PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) serta tim Tanggap Bencana Kebumen secara terpisah pada November 2020 dan Februari 2021 menunjukkan bukit itu merupakan anggota breksi formasi Halang.
Vulkanisme periode Halang adalah aktivitas vulkanik di pulau Jawa yang terjadi di antara periode aktivitas vulkanik Jawa tua dan periode aktivitas vulkanik Jawa muda. Aktivitas vulkanik Jawa tua lebih intensif, diantaranya berupa erupsi Semilir. Letusan gunung berapi yangs angat dahsyat, sedahsyat Letusan Toba Muda. Vulkanisme Jawa tua kini telah sepenuhnya mati, namun pada masanya memproduksi batuan yang dikenal sebagai OAF (old andesite formation). Di Kab. Kebumen, batuan tersebut merupakan formasi Waturanda. Sebaliknya vulkanisme Jawa muda masih aktif hingga saat ini yang menghasilkan jajaran gunung–gunung berapi aktif pulau Jawa. Vulkanisme Halang tidak seaktif vulkanisme Jawa tua.
Sebagai batuan dasar pada bukit tersebut adalah adalah breksi, basal dan batu gamping yang berlapis–lapis. Di lereng timur, kemiringan lereng bertolak belakang dibandingkan dengan kemiringan (dipping) lapisan–lapisan batuan dasar. Menumpang diatasnya terdapat lapisan tanah pucuk (topsoil) berupa lempung–lanau yang tebal, berwarna kemerahan dan berpori–pori. Di bagian bawah dijumpai regolit sebagai bahan induk tanah. Tanah pucuk mudah menyerap air, sebaliknya batuan dasar bersifat kedap air. Oleh karenanya tanah pucuk ditumbuhi aneka pepohonan rimbun dengan penggunaan lahan kebun campuran milik para penduduk. Vegetasi dominan adalah tanaman berakar serabut seperti kelapa, bambu dan pisang. Tanaman berakar tunggang yang dominan adalah sengon. Ada beberapa bangunan rumah yang bertempat di kawasan puncak bukit.
Mekanisme
Analisis DEM mengindikasikan adanya jejak–jejak sejumlah gerakan tanah tanah purba di sekitar lokasi kejadian. Yakni di sisi selatan dan utara. Bahkan pembelokan alur Kali Kreweng tepat di lokasi lidah longsor dindikasikan juga disebabkan oleh peristiwa gerakan tanah purba yang massif. Kapan gerakan–gerakan tanah purba tersebut terjadi, tentu membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Namun dimungkinkan Gerakan Tanah Kalijering adalah gerakan tanah purba yang aktif kembali (tereaktivasi).
Pada masakini, bukit tersebut pernah mengalami kejadian gerakan tanah dalam skala yang lebih kecil pada 27 Oktober 2020 TU. Yakni pada saat Kab. Kebumen mengalami kejadian hujan sangat lebat, dengan intensitas lebih dari 200 mm dalam dua hari (215 mm yang tercatat di stasiun meteorologi BMKG di bandara Tunggul Wulung Cilacap). Hujan sangat lebat tersebut memicu bencana hidrometeorologi di sejumlah kecamatan dalam wujud banjir dan gerakan tanah kecil.
Pemeriksaan melalui citra satelit Sentinel–1 mengindikasikan kejadian itu mengekspos lapisan tanah pucuk seluas sekitar 7.000 meter persegi. Pemeriksaan PVMBG menunjukkan gerakan tanah kecil ini membentuk retakan–retakan tanah dengan lebar 5 hingga 20 cm sepanjang 10 hingga 30 meter di sekitar mahkotanya. Jenis gerakan tanahnya kemungkinan merupakan nendatan (slumping), atau dapat pula longsor translasional. Selain memperlemah struktur, tereksposnya lapisan tanah pucuk juga mempermudah masuknya air hujan ke dalam lereng yang kian meningkatkan instabilitasnya.
Gerakan tanah Kalijering 2021 secara umum dipicu oleh dua faktor. Pertama, Hujan berintensitas tinggi yang terjadi selama dua hari berturut–turut pada 8 hingga 9 Februari 2021 TU. Secara umum dapat dikatakan untuk Indonesia, curah hujan dengan intensitas lebih dari 70 hingga 80 mm secara berturut–turut merupakan pemicu bencana hidrometeorologi termasuk gerakan tanah (Dwikorita Karnawati, 2005). Khusus untuk Jawa Tengah terdapat hubungan antara intensitas hujan bulanan dengan kejadian gerakan tanah, dimana pada saat bulan–bulan dengan intensitas hujan yang tinggi (November–Maret) maka kejadian gerakan tanah pun tinggi. Dan faktor kedua adalah aktivitas manusia, yang meliputi cara pemanfaatan lahan sehingga tanaman berakar serabut lebih dominan, penambahan beban di area puncak bukit berupa rumah–rumah penduduk dan terdapatnya saluran air di area puncak bukit.
Di sisi lain, Gerakan tanah Kalijering 2021 dikontrol oleh beberapa faktor. Misalnya terjadinya gerakan tanah berskala kecil 27 Oktober 2020 yang posisinya di sub–area atas gerakan tanah 2021. Selanjutnya litologi bukit dan tingkat pelapukan lereng yang membentuk regolit dan lapisan tanah pucuk tebal yang mudah menyerap air. Lalu dikontrol pula oleh kemiringan lereng yang tergolong ke dalam kelas agak curam hingga curam. Kemudian dikontrol juga oleh drainase lereng yang kurang baik, sehingga memudahkan air hujan meresap ke dalam lereng melalui retakan–retakan yang telah terbentuk dalam gerakan sebelumnya. Dan vegetasi penutup lereng yang didominasi tanaman berakar serabut menjadi faktor pengontrol berikutnya. Tanaman berakar serabut tidak cukup kuat dalam mengikatkan lapisan tanah pucuk terhadap lapisan batuan dasar dibawahnya. Di sisi lain bobot tanaman berakar serabut seperti kelapa adalah cukup besar sehingga justru menambah beban lereng.
Dengan temuan–temuan tersebut, kira–kira seperti inilah mekanisme Gerakan Tanah Kalijering 2021. Hujan berintensitas tinggi menyebabkan masuknya air dalam jumlah besar ke dalam lereng melalui retakan–retakan yang telah terbentuk dalam gerakan tanah sebelumnya. Drainase yang buruk membuat air tak mudah keluar di kaki lereng, sehingga menjadi jenuh di dalam lereng dan membuat bobot lereng bertambah. Pada saat yang sama air melumasi bidang kontak antara tanah pucuk dengan batuan dasar, menciptakan bidang gelincir yang mengurangi koefisien gesekan antar batuan.
Kala beban lereng telah melampaui gaya gesek antara tanah pucuk dan batuan dasar, maka terjadi gerakan tanah. Peristiwa tersebut menyebabkan pergerakan tanah pucuk yang berada di sub–area atas dan sebagian besar diendapkan di sub–area bawah. Material hasil gerakan tanah hanya sebagian kecil yang masuk pada aliran Kali Kreweng. Sehingga tidak terjadi pembendungan yang bisa menghasilkan banjir bandang.
Rekomendasi
Terkait peristiwa gerakan tanah tersebut, maka terdapat sejumlah rekomendasi yang terbagi menjadi tiga. Yakni rekomendasi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Terdapat tiga rekomendasi jangka pendek. Pertama, mengevakuasi penduduk yang masih tinggal di sebelah utara dan sebelah selatan dari area gerakan tanah. Evakuasi ini diperlukan mengingat masih ditemukan retakan–retakan tanah di sekitar sub–area atas. Retakan–retakan ini berpotensi menjadi gerakan tanah periode berikutnya.
Yang kedua menstabilkan lereng, dengan jalan menimbuni retakan–retakan yang ada dengan lempung dan atau ditutupi terpal untuk mengurangi masuknya air hujan ke dalam lereng. Stabilisasi lereng juga dilakukan dengan memasang pipa horizontal hingga menembus lereng bawah guna mengurangi tingkat kejenuhan air dalam lereng sekaligus memperbaiki kondisi drainase. Dan yang ketiga menciptakan sistem peringatan dini sederhana, dengan jalan mengukur jumlah waktu terjadinya hujan deras dengan jam (oleh penanggungjawab yang disepakati). Jika hujan deras berlangsung selama minimal 2 jam maka penduduk yang tinggal di bagian bawah lereng harus segera dievakuasi dengan membunyikan kentongan / sumber suara lainnya yang disepakati.
Rekomendasi jangka menengah juga terdiri atas tiga bagian. Pertama, memperkuat lereng dengan menanam tanaman berakar tunggang yang cepat berkembang sehingga bisa lebih menahan lereng. Kedua, mengusahakan pemanfaatan lereng timur dengan pembuatan teras–teras (terasering) yang bertujuan lebih melandaikan lereng dan mengendalikan aliran air permukaan. Dan yang ketiga adalah memasang ekstensometer / detektor gerakan tanah untuk lebih memudahkan kinerja sistem peringatan dini.
Sedangkan rekomendasi jangka panjang mencakup seluruh Kab. Kebumen mengingat kabupaten ini merupakan wilayah paling rawan gerakan tanah se–Jawa Tengah. Rekomendasi jangka panjang terdiri atas enam bagian. Pertama, memperbaiki peta lahan kritis di Kab. Kebumen sehingga bisa lebih mengidentifikasi titik–titik lahan kritis yang berada di lereng. Yang kedua, memetakan desa–desa yang karakteristiknya menyerupai pemukiman terdampak gerakan tanah Kalijering. Setelah berhasil mengidentifikasi desa–desa tersebut maka perlu dilaksnakaan rekomendasi yang ketiga. Yakni membentuk tim siaga bencana hidrometeorologi dan gerakan tanah di desa–desa tersebut.
Bersamaan dengannya maka perlu juga dilaksanakan rekomendasi yang keempat, yakni membuat peta risiko gerakan tanah skala desa serta jalur evakuasinya pada setiap desa yang teridentifikasi beresiko tinggi berdasarkan peta risiko gerakan tanah tingkat kecamatan yang sudah dibuat. Pembuatan peta tingkat desa dikerjakan secara partisipatif di bawah komando tim siaga bencana. Yang kelima adalah menyusun prosedur tetap untuk evakuasi dan melatihnya secara bersama–sama, sebagai tindak lanjut pemetaan tersebut. Dan yang terakhir, yakni yang keenam, adalah memperbanyak pembentukan desa tangguh bencana khususnya pada kawasan bencana berisiko tinggi.
Dipersiapkan oleh :
1. Chusni Ansori
2. Puguh Raharjo
3. Ma’rufin Sudibyo
Referensi :
Setiawan. 2021. Identifikasi dan Mitigasi Bencana Longsor. Pendidikan Geografi Kebencanaan #7, MGMP Geografi Prop. Jawa Timur–Dongeng Geologi–Kagama, Sabtu 13 Februari 2021.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2021. Laporan Pemeriksaan Gerakan Tanah di Desa Kalijering Kec. Padureso Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral propinsi Jawa Tengah. 2021.
Kebumen Aerial. 2021. komunikasi pribadi