Sekilas pandang, citra/foto itu mengesankan baur, kurang fokus. Walaupun ketampakan lingkaran tebal jingga-kekuningan mirip donat itu masih bisa dilihat jelas. Siapa sangka, inilah salah satu citra terpenting dalam sejarah sains masakini. Bahkan mungkin akan menjadi yang terpenting di abad ke-21 TU (Tarikh Umum). Inilah (bayangan) wajah lubang hitam, yang berhasil dikuak lewat kerja keras konsorsium EHT (Event Horizon Telescope). Ketampakan tersebut dipamerkan dalam sebuah konferensi pers yang digelar secara simultan di berbagai tempat dalam koordinasi Dewan Ilmu Pengetahuan Nasional Amerika Serikat atau NSF (National Science Foundation) pada Rabu 10 April 2019 TU malam waktu Indonesia, atau siang hari waktu Amerika Serikat.
Lubang hitam, berdasarkan definisinya, adalah benda langit eksotik dengan gravitasi demikian besar yang menyebabkan ruang-waktu disekitarnya membengkok demikian dahsyat sampai membentuk sumur-tanpa-dasar (asimtot). Sehingga seberkas cahaya pun takkan sanggup meloloskan diri darinya. Jika cahaya saja, yang menjadi benda berkecepatan tertinggi sejagat raya, tak sanggup lolos dari lubang hitam, apalagi dengan benda lain. Makanya sekilas pandang tak ada cara untuk mencitra sebuah lubang hitam seiring tiadanya berkas cahaya maupun gelombang elektromagnetik yang bisa terlepas darinya.
Lubang hitam selama ini dideduksi secara tak langsung, terutama dengan melihat pengaruh gravitasinya terhadap bintang kembarannya (jika bagian dari sistem bintang ganda), maupun pengaruhnya terhadap bintang-bintang disekelilingnya (jika berupa lubang hitam supermassif di pusat galaksi), atau dari gelombang gravitasi yang dilepaskannya kala dua lubang hitam bertabrakan. Deteksi tak langsung itulah yang mewarnai kisah interaksi umat manusia dengan lubang hitam sejak pengungkapan Cygnus X-1 sebagai lubang hitam pada 1973 TU silam.
Citra (bagian) lubang hitam yang dikuak konsorsium EHT tersebut sebelumnya sudah dikenal sebagai sumber sinar-X sangat kuat. Konsorsium EHT mengarahkan mata pembidiknya ke sebuah galaksi yang jauhnya 55 juta tahun cahaya dari Bumi kita. Yakni galaksi M87 (Messier 87) yang terletak di gugusan bintang Virgo. Pusat galaksi ini adalah sumber sinar-X selayaknya Cygnus X-1, namun jauh lebih kuat. Lubang hitam yang berhasil diungkap, yang dinamakan M-87* (Messier 87-star), memiliki massa 6,5 milyar kali lipat Matahari kita sehingga tergolong lubang hitam raksasa (supermassif).
Bayangan Lubang Hitam
Apa yang berhasil dicitra konsorsium EHT sejatinya adalah bayangan sang lubang hitam raksasa pada sebuah cakram bercahaya. Cakram ini berisikan gas-gas terionisasi superpanas dengan suhu hingga milyaran derajat Celcius. Ion-ion gas itu berputar mengelilingi sang lubang hitam raksasa pada kecepatan fantastis, yakni 1.000 km/detik. Cakram bercahaya tersebut sejatinya adalah bola superpanas raksasa dengan diameter 3.700 milyar kilometer, setara 24.700 SA (satuan astronomi). Bola raksasa ini adalah bagian terdalam cakram akresi yang tepat bersinggungan dengan horizon peristiwa, tapal batas sebuah lubang hitam. Keberadaan lubang hitam menyebabkan bola cahaya raksasa ini akan terlihat mirip donat raksasa yang gelap di bagian tengahnya, darimanapun kita memandangnya. Bagian gelap ini adalah bayangan sang lubang hitam, terjadi akibat bekerjanya dua fenomena sekaligus. Yakni pembelokan dramatis lintasan berkas cahaya akibat pembengkokan ruang-waktu ekstrim dan tangkapan foton di batas horizon persitiwa.
Lubang hitam merupakan benda langit eksotik yang sifatnya dapat diperkirakan lewat penurunan persamaan relativitas umum. Meskipun Einstein sendiri, sebagai pelopor relativitas umum, hingga akhir hayatnya tak pernah percaya lubang hitam benar-benar ada di jagat raya. Adalah Karl Schwarszchild, astrofisikawan Jerman, yang pertama kali memprakirakan keberadaan lubang hitam berdasarkan solusi persamaan relativitas umum pada tahun 1916 TU, hanya berselang setahun pasca publikasi relativitas umum. Prakiraan ini diperkuat Subrahmanyan Chandrasekhar melalui mekanika kuantum pada 1928 TU, selagi berlayar dari tanah India menuju Inggris guna meneruskan pendidikannya. Ia menemukan limit Chandrasekhar, yakni ambang batas massa minimum sebuah bintang untuk menjadi benda langit eksotik seperti bintang neutron setelah akhir hayatnya tiba. Pada bintang yang massanya jauh lebih besar ketimbang limit Chandrasekhar, pengerutan akibat gravitasinya sendiri akan demikian dahsyat hingga neutron pun takkan terbentuk. Pondasi tersebut lantas diperkuat oleh J.R. Oppenheimer, fisikawan yang lantas disibukkan dengan upaya raksasa dan super-rahasia dalam membangun bom nuklir pertama di bawah payung the Manhattan Project.
Tak Sungguh Hitam
Sesuai definisinya, lubang hitam tidaklah melepaskan obyek apapun (termasuk cahaya) keluar dari tapal batasnya (yakni horizon peristiwa). Akan tetapi Stephen Hawking menunjukkan lubang hitam sejatinya tidaklah hitam benar. Masih ada cahaya yang terlepas darinya, yang berasal dari ruang-waktu tepat di batas horizon peristiwa. Cahaya ini dinamakan radiasi Hawking dan menjadi sarana pelepasan massa dari lubang hitam yang membuat ukuran lubang hitam bisa mengecil. Lubang hitam, terutama bayangannya, ternyata bisa dilihat lewat cara lain. Sebuah lubang hitam, selalu diselubungi bola cahaya berisikan gas-gas superpanas terionisasi yang mengemisikan gelombang elektromagnetik lewat proses yang disebut emisi sinkrotron. Kombinasi pembelokan lintasan berkas cahaya akibat pelengkungan ruang-waktu yang ekstrim di dekat lubang hitam serta peristiwa tangkapan foton di horizon peristiwa akan membentuk bayangan lubang hitam. Sehingga bola cahaya itu akan terlihat selayaknya donat. Inilah obyek perburuan konsorsium EHT.
Upaya konsorsium EHT untuk melihat lubang hitam sejatinya berada dalam tanda kutip. Karena konsorsium EHT bertumpu pada teleskop radio, jenis teleskop yang hanya bekerja pada spektrum gelombang radio. Jadi bukan teleskop optik, yang bertulangpunggungkan spektrum cahaya tampak (panjang gelombang 4.000 hingga 7.000 Angstrom). Maka citra yang dipamerkan konsorsium EHT sejatinya adalah peta kerapatan (density map) yang divisualisasikan lewat teknik tertentu. Visualisasi ini selayaknya kita menyaksikan bagian dalam tubuh kita pada selembar foto Roentgen, dimana berkas sinar-X (yang juga tak kasat mata) mengalami serapan yang berbeda-beda saat menembus bagian-bagian tubuh kita. Sehingga manakala tiba di lapisan film khusus, akan terbentuk density map yang tervisualisasi.
Bagaimana cara para astronom mendapatkan citra lubang hitam ini?
Tantangan terbesar adalah membangun instrumen yang tepat dan memilah spektrum gelombang elektromagnetik yang tepat pula. Dibanding lubang hitam tunggal, lubang hitam supermassif di pusat galaksi yang berpilin dianggap lebih mudah dideteksi. Karena ukurannya jauh lebih besar dan emisi gelombang elektromagnetiknya memiliki intensitas jauh lebih besar. Teleskop radio dipilih karena memberikan keunggulan dibanding teleskop optik. Dengan memanfaatkan teknik interferometri, maka gabungan sejumlah teleskop radio yang tersebar pada area sangat luas akan membentuk satu teleskop radio maya (virtual) dengan piringan virtual sangat besar. Untuk itulah dibangun konsorsium EHT, yang memanfaatkan teleskop-teleskop radio di Hawaii dan Arizona (Amerika Serikat), Greenland (Denmark), Meksiko, Atacama (Peru), Spanyol dan Antartika. Dengan teknik VLBI (very long baseline interferometry), gabungan teleskop radio tersebut jika bekerja secara simultan akan membentuk satu teleskop radio virtual raksasa yang piringan parabolanya sedikit lebih besar ketimbang diameter Bumi (tepatnya 13.000 km).
Pemilihan teleskop radio sebagai radas penelitian memiliki latar belakangnya sendiri. Astronomi telah banyak mempelajari lubang hitam raksasa lewat beragam spektrum gelombang elektromagnetik. Hasil observasi itu menunjukkan bahwa gelombang radio terutama gelombang pendek memberi peluang untuk menyibak rahasia terdalam lubang hitam. Khususnya gelombang submilimeter dengan panjang gelombang hanya 1,3 mm yang terbukti mampu menangkap emisi sinkrotron dari bayangan lubang hitam. Namun gelombang pendek ini terkenal sensitif akan uap air di atmosfer Bumi karena bisa diserap. Sehingga cuaca di masing-masing fasilitas teleskop radio harus benar-benar sempurna sebelum observasi diselenggarakan. Prakiraan cuaca berketelitian tinggi pun menjadi kebutuhan mutlak.
Konsekuensi lainnya, teknik interferometri membutuhkan sinkronisasi pada seluruh fasilitas teleskop radio yang berpartisipasi dalam kolaborasi EHT. Maka setiap teleskop harus dilengkapi dengan jam atom yang supersinkron satu dengan yang lain. Untuk itulah setiap fasilitas teleskop radio dalam konsorsium EHT dilengkapi dengan jam atom Maser Hidrogen, yang hanya akan berselisih 1 detik jika telah berjalan selama 100 juta tahun. Maser merupakan teknik penguatan/amplifikasi gelombang mikro dengan metode yang mirip Laser. Dan karena masing-masing teleskop radio mampu menghasilkan data digital amat sangat besar sementara kecepatan jaringan internet global saat ini terbatas, data dari setiap teleskop disimpan dalam harddisk berkapasitas tinggi. Selanjutnya setiap harddisk diterbangkan ke fasilitas Observatorium Haystack milik MIT (Massachusetts Institute of Technology) di Westford, negara bagian Massachussets (Amerika Serikat) dan fasilitas MPIfR (Max Planck Intstitute fur Radioastronomie) di Bonn (Jerman) untuk diolah.
Sifat
Dengan resolusi sudut gabungan teleskop konsorsium EHT yang mencapai 25 mikrodetik busur, maka pada obyek sejauh 55 juta tahun cahaya tingkat resolusinya setara 63,4 milyar kilometer (setara 424 SA). Dengan kata lain, benda-benda langit yang dimensinya kurang dari 63,4 milyar kilometer yang terletak pada jarak 55 juta tahun cahaya itu akan sulit dilihat teleskop virtual ini. Dengan kemampuan tersebut maka selama empat hari terpisah pada 5 hingga 17 April 2017 TU silam, konsorsium EHT mengamati galaksi Messier 87 (M 87) secara simultan. Secara keseluruhan 8 teleskop radio bergabung dalam aktivitas observasi ini dan secara keseluruhan menghasilkan sedikitnya 5 Petabyte data.
Jumlah datanya sangat besar untuk bisa dikirim memlalui jaringan internet global. Sehingga seluruh harddisk berisi data-data tersebut lantas diterbangkan ke Bonn (Jemran) dan selanjutnya Massachusetts (Amerika Serikat) untuk diolah. Superkomputer khusus bernama korelator dibangun di kedua lokasi tersebut. Sebuah tim beranggotakan 200 ilmuwan yang berasal dari 59 institusi penelitian dari 20 negara yang berbeda pun dibentuk. Pengolahan data meliputi pembersihan data dari derau (noise) akibat gangguan aktivitas manusia maupun sumber alamiah di Bumi, kalibrasi dengan algoritma tertentu, protokol validasi dan disusul dengan rekonstruksi citra dengan menyertakan teknik klasik maupun inovasi baru yang dikembangkan tim EHT.
Pada akhirnya lubang hitam raksasa M-87* yang ada di pusat galaksi Messier 87 pun berhasil ditampilkan. Dari citra ini dapat diketahui bahwa diameter lubang hitam raksasa ini, yakni ukuran horizon peristiwanya, adalah 39,8 milyar kilometer atau 266 SA (setara 1/200 ukuran tata surya kita). Dimensi yang besar menunjukkan bahwa lubang hitam raksasa ini tidak berperanan sebagai lubang cacing.
Dari citra yang sama pula massa lubang hitam raksasa M-87* dapat diketahui, yakni 6,5 milyar kali Matahari kita. Dilihat dari Bumi, lubang hitam raksasa M-87* berotasi searah jarum jam, menjadikannya bagian kelompok lubang hitam Kerr. Dan sebagai monster di pusat galaksi, ia tergolong rakus dengan melahap massa dalam jumlah tak kurang dari 90 massa Bumi kita per harinya. Massa yang disedot masuk ke lubang hitam raksasa ini hanyalah 10 % dari total massa yang ditarik-paksa dari lingkungan bintang-gemintang di sekelilingnya. Sisanya dipaksa berputar-putar tanpa daya dalam cakram akresi raksasa, sebelum dilemparkan kembali menjauhi sang lubang hitam raksasa. Dengan demikian dapat diperkirakan lubang hitam raksasa ini menyedot massa dalam jumlah tak kurang dari 900 massa Bumi kita per harinya ke dalam cakram akresinya.
Referensi :
The Event Horizon Telescope Collaboration. 2019. First M87 event Horizon Telescope result. I. The Shadow of Supermassive Blackhole. The Astrophysical Journal Letter, vol 875 no.L1 (17 halaman), 10 April 2019.