Sebuah meteor-terang terlihat pada altitude rendah di langit selatan Yogyakarta. Perhitungan sederhana yang dikombinasikan pengetahuan meteor menyimpulkan peristiwa itu sesungguhnya terjadi di atas Samudera Indonesia. Sejauh sekitar 250 km di sebelah barat daya kota Yogyakarta.
Sebuah kilatan cahaya terang dengan lintasan yang tampak dari atas (utara) ke bawah (selatan) terlihat di langit selatan Yogyakarta pada Senin 12 Juli 2021 TU (Tarikh Umum) sekitar pukul 21:30 WIB. Puluhan orang menjadi saksi matanya dengan cerita-cerita yang membanjiri media sosial. Mereka bertutur kualitatif, betapa kilatan cahaya terang tersebut memiliki ‘kepala’ kemerahan dengan ‘ekor’ kehijauan.
Mujurnya terdapat citra (foto) beresolusi tinggi yang mengabadikan peristiwa tersebut. Yakni citra berkecepatan rana sangat lambat (long exposure) dari sdr. Aryo Kamandanu. Dia sedang melakukan pemotretan astrofotografi guna menghasilkan citra jejak-bintang (startrail) dengan mengambil lokasi pemotretan tak jauh dari Monumen Perjuangan TNI AU Ngoto, Bantul (DI Yogyakarta).
Dalam pemotretan astrofotografi untuk membentuk citra jejak-bintang, kamera dibiarkan mengambil citra langit yang sama secara berulang-ulang dalam jeda waktu tertentu selama beberapa jam. Seluruh citra yang diperoleh kemudian digabungkan menjadi satu melalui proses penumpukan (stacking). Dalam pemotretan tersebut, kamera diarahkan ke selatan dengan jeda waktu setiap 6 menit. Di salah satu citra terdeteksi adanya kilatan cahaya dari sisi kanan atas ke kiri bawah. Hanya satu citra yang merekamnya, sehingga memastikan durasi ketampakan meteor-terang tersebut kurang dari 6 menit.
Citra Ngoto memperlihatkan dengan jelas kilatan cahaya yang melintas di langit selatan Yogyakarta adalah meteor-terang (fireball). Pendar warna kehijauan mengindikasikan meteor-terang tersebut berasal dari meteoroid yang kaya unsur Nikel. Bukan Magnesium seperti yang menjadi asumsi publik. American Meteor Society mencatat kelimpahan Magnesium dalam meteoroid akan mengemisikan warna biru-keputihan pada meteornya. Konsentrasi unsur Nikel yang tinggi umum dijumpai dalam meteoroid-meteoroid yang berasal dari kepingan-kepingan asteroid. Yakni dengan konsentrasi 100 hingga 1.000 kali lipat kadar Nikel pada batuan di Bumi.
Bukti lainnya datang dari laporan saksi-saksi mata, dimana ‘kepala’ meteor dilaporkan memancarkan warna kemerah-merahan. Meteor dengan kecepatan rendah cenderung memancarkan warna kemerah-merahan hingga jingga. Kecepatan rendah di sini tentu dalam perspektif astronomi, yakni pada rentang 12 hingga 25 km/detik. Kecepatan rendah merupakan ciri khas meteor yang berasal dari kepingan-kepingan asteroid.
Identitas lain yang juga terkuak adalah prakiraan tingkat terang (magnitudo) meteor-terang tersebut. Citra Ngoto memperlihatkan kilatan cahaya yang solid dengan kehadiran sedikitnya dua titik turbulensi. Mengindikasikan bahwa meteoroid yang memproduksi meteor-terang tersebut mengalami sedikitnya satu kali peristiwa fragmentasi. Sehingga tergolong berukuran kecil. Tiadanya suara dentuman juga menjadi faktor penguat yang menunjukkan kecilnya ukuran meteoroid.
Di atas Laut Selatan
“Makin besar ukuran meteoroid, makin terang meteor yang diproduksinya dan semakin rendah ketinggian yang bisa dicapainya hingga atmosfer Bumi menghancurkannya.”
Berbekal ketampakan rasi-rasi bintang di langit selatan pada saat pemotretan, maka citra Ngoto memperlihatkan dengan jelas dimana lokasi meteor-terang tersebut dalam sistem koordinat langit. Meteor-terang berawal dari altitude 23º dan azimuth 223º (barat daya). Lalu mengalami fragmentasi pada altitude 11º dan azimuth 217º. Dan akhirnya meteor-terang menghilang di altitude 6º pada azimuth 214º (selatan-barat daya).
Guna memenuhi batasan tiadanya dentuman sonik namun sudah memperlihatkan tanda-tanda fragmentasi, maka magnitudo meteor-terang ini diperkirakan senilai -6. Berdasarkan asumsi kecepatannya 20 km/detik dan komposisinya kondritik, standar untuk meteoroid-meteoroid yang berasal dari kepingan-kepingan asteroid, maka meteor-terang tersebut akan mengalami fragmentasi sekaligus memiliki puncak kecerlangannya pada ketinggian sekitar 50 kmdpl.
Perhitungan trigonometri sederhana dengan berpangkal pada titik Ngoto menunjukkan, dengan sifat demikian dan altitude fragmentasi terukur 11º maka posisi meteor-terang tersebut berjarak 250 kilometer di arah barat daya. Sehingga meteor itu melintas tepat di atas Samudera Indonesia lepas pantai selatan Purworejo. Dengan asumsi meteoroidnya mulai berpijar terang menjadi meteor sejak ketinggian 80 kmdpl, maka panjang lintasan yang ditempuh adalah 85 kilometer dengan membentuk sudut 20º terhadap parasbumi dibawahnya. Pada kecepatan 20 km/detik, maka meteor-terang ini hanya butuh waktu 4 detik guna menempuh lintasan tersebut. Durasi ini sesuai dengan data citra fotografis.
Perhitungan lebih lanjut memperlihatkan dimensi meteoroidnya sekitar 40 sentimeter. Setara dengan dua kali lipat ukuran bola sepak. Massanya sekitar 125 kilogram, tergolong kecil untuk ukuran meteoroid. Dengan massa yang kecil maka dapat diduga bahwa ia menguap sepenuhnya di lapisan atmosfer bagian atas pada ketinggian sekitar 50 kmdpl tersebut. Penguapan disebabkan oleh tingginya suhu dan tekanan akibat terciptanya tekanan ram seiring masuknya meteoroid (sebagai obyek berkecepatan tinggi) ke dalam atmosfer Bumi.
Ketampakan meteor-terang di langit Yogyakarta ini adalah yang kedua dalam satu setengah bulan terakhir setelah peristiwa di dekat puncak Gunung Merapi.
Bukan Hujan Meteor
Apakah meteor-terang di langit selatan Yogyakarta terkait dengan salah satu hujan meteor periodik? Pada saat kejadian, terdapat tiga sumber hujan meteor periodik yang aktif. Masing-masing Southern Delta Aquarids, Piscis Austrinids dan alpha Capricornids. Analisis saya lebih lanjut juga memperlihatkan meteor-terang ini sama sekali tak berhubungan dengan salah satu hujan meteor tersebut.
Terdapat dua alasan yang mendasarinya. Yang pertama, pada saat kejadian kedudukan sumber ketiga hujan meteor tersebut berbeda dengan kedudukan meteor-terang. Ketiga sumber huja meteor itu ada di langit timur. Sehingga logikanya meteor di langit selatan yang berasal dari salah satu hujan meteor tersebut akan melintas dari kiri ke kanan. Yakni dari timur ke barat atau dari timur ke selatan. Sebaliknya lintasan meteor-terang yang teramati justru berkebalikan, yakni dari utara ke selatan. Ketidakkonsistenan lintasan ini menunjukkan meteor-terang tersebut tidaklah berasal dari salah satu hujan meteor yang sedang aktif.
Sedangkan alasan kedua, dengan pendar warna kehijauan maka meteor-terang di langit selatan Yogyakarta cukup kaya akan Nikel. Sehingga lebih memungkinkan sebelumnya merupakan meteoroid yang berasal dari kepingan-kepingan asteroid. Sebaliknya setiap meteor dalam sebuah hujan meteor selalu berasal dari remah-remah komet.
44 ton meteoroid (rata-rata) memasuki atmosfer Bumi dalam setiap harinya. Mereka membentuk meteor dalam jumlah ribuan hingga ratusan ribu buah, dengan beberapa diantaranya merupakan meteor-terang. Setiap 20 jam sekali atmosfer Bumi kita menerima meteoroid yang berkemampuan menghasilkan meteor-terang. Yakni dengan magnitudo -4, atau seterang Venus. Dan dalam setiap 200 jam sekali lapisan udara yang sama menerima meteor-terang dengan magnitudo -6. Dengan kekerapan demikian maka sesungguhnya peristiwa ketampakan meteor-terang adalah hal yang umum dijumpai. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.