Sebuah komet raksasa yang terbesar sepanjang sejarah astronomi modern terdeteksi sedang memasuki bagian dalam tata surya kita. Perjalanan ini merupakan bagian dari pengembaraan jutaan tahunnya guna sekali mengedari Matahari. Dalam satu dasawarsa mendatang komet raksasa itu akan tiba di titik terdekatnya ke Matahari, pada lokasi yang setara dengan jarak Matahari–Saturnus. Sang komet raksasa tersebut tidak punya peluang apapun guna berbenturan dengan planet–planet tata surya kita.
Komet raksasa Bernardinelli–Bernstein (C/2014 UN271) mulai menyedot perhatian sejak 19 Juni 2021 TU (Tarikh Umum). Yakni kala informasi terkait dengannya dilansir ke publik oleh para peneliti Dark Energy Survey (DES), saat itu masih dikodekan sebagai benda langit 2014 UN271. Meski telah terdeteksi sejak 2014 TU, namun baru hampir tujuh tahun kemudian identitasnya terkuak. 2014 UN271 memiliki orbit sangat lonjong yang hampir mendekati bentuk orbit parabola, sehingga diduga kuat merupakan intikomet. Profil orbitnya juga cukup menarik, menunjukkan 2014 UN271 memiliki periode revolusi hingga jutaan tahun. Hal menarik berikutnya, 2014 UN271 memiliki dimensi teramat besar. Sempat muncul dugaan diameternya bisa mencapai 400 kilometer dan bisa dikelompokkan ke dalam golongan planet-kerdil.
Berselang tiga hari kemudian, dua pengamatan astronomi dari lokasi yang berbeda menyimpulkan 2014 UN271 adalah sebuah komet. Pengamatan pertama datang dari Las Cumbras Observatory Global Telescope (LCOGT) yang memanfaatkan fasilitas teleskop South African Astronomical Observatory (SAAO) di Afrika Selatan. Sedangkan pengamatan kedua berasal dari fasilitas SkyGems Remote Observatory di Namibia. Dua pengamatan tersebut menunjukkan 2014 UN271 memiliki tanda–tanda khas aktivitas komet meskipun jaraknya terhadap Matahari masih lebih jauh ketimbang orbit Uranus. Dalam jarak yang demikian yakni 20,18 SA (Satuan Astronomi), hembusan angin Matahari telah mulai membuat permukaan kerak 2014 UN271 menyublim dan mulai mengemisikan gas–gas karbonmonoksida dan karbondioksida. Emisi tersebut membentuk struktur atmosfer temporer yang menyelubungi intikomet sebagai kepala (coma) yang khas. Maka benda langit ini pun diklasifikasikan ulang sebagai komet, yakni komet Bernardinelli-Bernstein (C/2014 UN271). Sebuah komet dengan intikomet raksasa (diameter 100 – 200 kilometer).
Dark Energy Survey
Komet Bernardinelli–Bernstein ditemukan lewat kampanye Dark Energy Survey (DES), sebuah program pemetaan langit ambisius guna menyelidiki dinamika dan struktur skala besar jagat raya dalam upaya mengungkap sifat-sifat energi gelap nan misterius. DES mencoba mencapai tujuan tersebut melalu pemetaan kejadian–kejadian supernova tipe Ia, osilasi akustik barionik, populasi gugus galaksi dan fenomena pelensaan gravitasi lemah.
Jagat raya yang mengembang telah menjadi pengetahuan dalam kurun seabad terakhir yang dipelopori pengamatan Vesto Slipher dan kemudian dilanjutkan oleh Edwin Hubble yang melegenda. Pengamatan tersebut bersamaan dengan mencuatnya gagasan relativitas umum yang memesona, dimana salah satu implikasinya adalah jagat raya yang mengembang.
Namun pengembangan jagat raya yang dipercepat baru diketahui pada 1998 TU lalu melalui pengamatan supernova–supernova tipe Ia pada galaksi yang sangat jauh. Sejak saat itu pula istilah energi gelap muncul, energi yang bertanggung jawab terhadap percepatan pengembangan jagat raya sejak awal kelahirannya. Proyek pemetaan DES yang melibatkan pendanaan dan para peneliti dari AS, Australia, Brazil, Inggris Raya, Jerman, Spanyol dan Swiss. Mereka bersenjatakan kamera supersensitif yang dipasang pada teleskop raksasa Victor M Blanco (diameter 4 meter) di kompleks Observatorium CerroTololo–Inter America (Chile) guna memetakan langit selatan dalam spektrum cahaya tampak dan inframerah dekat.
Selama enam tahun penuh sejak Agustus 2013 TU, DES bekerja memetakan 300 juta galaksi dalam area seluas 5.000 derajat persegi. Bagian langit yang dipetakan dipilih yang berada di luar selempang galaksi Bima Sakti. Dalam periode akumulatif 758 malam observasi dan puluhan juta jam komputasi, DES telah berhasil merekam 16 milyar titik cahaya mirip bintang. Lebih dari 800 diantaranya merupakan obyek transneptunik, yakni sejenis asteroid berukuran besar dengan komposisi mirip intikomet dan bergentayangan mengelilingi Matahari pada aneka orbit lonjong yang lebih jauh ketimbang orbit Neptunus.
Di antara 16 milyar titik cahaya yang terekam DES, 32 titik diantaranya berasal dari satu benda langit yang sama. Yaitu komet raksasa Bernardinelli–Bernstein (C/2014 UN271). Evaluasi yang dilakukan observatorium-observatorium lainnya yang kebetulan merekam bagian langit yang sama menunjukkan komet ini sesungguhnya sudah teramati lebih awal, yakni sejak 14 Agustus 2014 TU. Secara keseluruhan hingga saat ini telah tersedia 58 data pengamatan, yang memungkinkan profil orbit komet Bernardinelli–Bernstein dapat ditentukan.
Orbit
Komet Bernardinelli–Bernstein mengelilingi Matahari dalam orbit sangat lonjong hingga hampir mirip parabola. Perihelionnya hanya 10,95 SA namun aphelionnya membentang hingga sejauh 62.000 SA sehingga memiliki periode revolusi yang sangat panjang. Yakni hingga 5,4 juta tahun. Inklinasi orbitnya 96º sehingga komet raksasa ini bergerak secara retrograde atau berlawanan arah dengan arah gerak planet–planet pada umumnya. Nilai inklinasi itu sangat besar bila dibandingkan anggota tata surya bagian dalam yang umumnya mendekati 0º, namun biasa dijumpai pada populasi komet–komet berperiode panjang–sangat panjang, komet parabolik (orbitnya berbentuk parabola) dan komet hiperbolik (berorbit hiperbola).
Dengan parameter orbit demikian maka tak ada keraguan lagi bahwa komet Bernardinelli–Bernstein (C/2014 UN271) berasal dari awan komet Opik–Oort. Yakni kawasan di tepian tata surya yang membentang dari 2.000 SA hingga 200.000 SA dari Matahari dan menjadi lokasi hunian bakal-bakal intikomet dalam jumlah yang tak terkira banyaknya. Awan komet Opik-Oort dapat dianggap seperti Sabuk Utama Asteroid, hanya saja bentuknya melebar dari cakram pipih di sisi dalam menjadi bulatan bola (globular) di sisi luar. Populasi bakal-bakal intikomet didalamnya juga berlipat kali lebih banyak ketimbang asteroid di Sabuk Utama.
Sebagai komet, dengan magnitudo inti +7,8 yang dimilikinya maka intikomet Bernardinelli–Bernstein memiliki diameter antara 100 hingga 200 kilometer, dengan asumsi permukaannya segelap aspal hingga batubara. Maka intikomet Bernardinelli–Bernstein adalah intikomet terbesar yang pernah disaksikan manusia sepanjang sejarah modern. Melampaui ukuran intikomet Sarabat (C/1729 P1) yang berdimensi ~100 kilometer dan terlihat selama setengah tahun penuh di tahun 1729 TU.
Observasi Namibia menunjukkan telah terbentuk coma (kepala komet) selebar 15” atau setara dengan diameter 200.000 km. Coma tersebut menyelubungi intikomet, sehingga membuat komet raksasa ini menjadi sedikit lebih terang. Perubahan nama dari benda langit 2014 UN271 menjadi komet Bernardinelli–Bernstein (C/2014 UN271) adalah mengikuti tradisi astronomi yang telah berlaku sepanjang empat abad terakhir. Yakni komet mendapatkan namanya dari nama orang/sistem yang pertama kali melihat /mendeteksinya. Dalam kasus komet raksasa ini, adalah Pedro Bernardinelli dan Gary Bernstein yang pertama kali mendeteksinya. Keduanya merupakan bagian dari para cendekiawan yang berada di balik kampanye DES.
Rencana Eksplorasi
Orbit komet raksasa Bernardinelli–Bernstein tidak berpotongan dengan satu pun orbit planet maupun satelitnya. Maka tak ada potensi sama sekali untuk menubruk planet. Dia juga takkan hadir di dekat Bumi. Dengan perihelion sejauh 10,95 SA yang akan terjadi pada 23 Januari 2031 TU kelak, maka jarak terdekat komet raksasa Bernardinelli–Bernstein ke Matahari masih lebih jauh ketimbang orbit Saturnus. Jarak terdekatnya ke Bumi akan dicapai pada awal April 2031 TU kelak. Yakni sebesar 10,12 SA atau lebih jauh ketimbang jarak antara orbit Bumi dan orbit Saturnus. Sehingga tak ada yang perlu dikhawatirkan. Bagaimana kedudukan komet terhadap planet -planet tata surya dari waktu ke waktu dapat disaksikan sebagai berikut :
Dengan perihelion demikian jauh, komet raksasa ini bakal tetap nampak redup. Kelak saat tiba di perihelionnya, magnitudo komet Bernardinelli–Bernstein diperhitungkan hanya ada di sekitar +16. Ini lebih redup ketimbang planet-kerdil Pluto (magnitudo +15) dan bisa disetarakan dengan redupnya Charon (satelit Pluto). Butuh teleskop yang mempunyai lensa / cermin obyektif berdiameter minimal 200 mm untuk bisa menyaksikannya. Sehingga untuk publik, komet raksasa Bernardinelli–Bernstein agak mengecewakan.
AKan tetapi bagi astronomi, komet raksasa ini merupakan bonus tak terduga dari langit dalam upaya menyelidiki tata surya bagian luar. Bonus pertama, komet raksasa Bernardinelli–Bernstein akan memiliki rentang magnitudo antara +16 hingga +20 sepanjang dua dasawarsa ke depan. Tepatnya hingga tahun 2041 kelak. Maka tersedia waktu yang cukup panjang guna mengamati komet ini, berbeda dengan komet-komet sebelumnya meski sama-sama berasal dari awan komet Opik-Oort. Sedangkan bonus kedua, ukuran komet ini cukup besar. Sehingga menjanjikan detail yang lebih baik ketimbang komet-komet lainnya.
Kedua bonus tersebut membuka peluang eksplorasi komet Bernardinelli–Bernstein yang lebih baik. Teleskop-teleskop raksasa yang berpangkalan di belahan Bumi bagian selatan akan memiliki peluang lebih baik untuk mengamati sang komet. Diantaranya teleskop raksasa Simonyi (diameter cermin obyektif 8 m) di Observatorium Vera Rubin (Chile) yang sedang dalam proses pembangunan dan diperkirakan dapat mulai beroperasi pada 2022 TU mendatang. Demikian pula Observatorium Nasional Timau di pulau Timor (Indonesia) yang bersenjatakan teleskop dengan cermin obyektif berdiameter 3,8 m. Observatorium Nasional Timau juga masih dalam pembangunan dan diharapkan sudah mulai beroperasi juga di tahun 2022 TU mendatang.
Selain observasi dari Bumi bersenjatakan teleskop-teleskop termutakhir, muncul pula gagasan agar pengamatan komet raksasa Bernardinelli–Bernstein dilakukan dengan menggunakan wantariksa (wahana antariksa) tak berawak. Mengingat kejadian munculnya komet raksasa cukup langka sehingga sayang untuk dilewatkan begitu saja. Salah satu usulannya menggunakan wantariksa Comet Interceptor yang sedang dirancang badan antariksa gabungan negara-negara Eropa (ESA).
Comet Interceptor yang berbobot 900 kg dirancang untuk mengangkasa pada 2029 TU mendatang dan diparkir pada orbit Lissajous mengelilingi titik Lagrange 2 Bumi. Yakni titik yang berkedudukan 1,5 juta kilometer di ‘belakang’ Bumi (relatif terhadap Matahari). Dari orbit parkir ini Comet Interceptor kemudian diarahkan untuk bermanuver menuju sasaran. Tapi dalam hal komet Bernardinelli–Bernstein, dengan perihelion 10,95 SA maka butuh energi cukup besar bagi Comet Interceptor untuk dapat menjangkaunya. Faktor penyulit lainnya, pada jarak tersebut efektivitas panel surya sangat rendah sehingga mau tidak mau wantariksa harus menggunakan generator listrik berbasis unsur radioaktif atau RTG (radioactive thermoelectric generator). Peluang untuk bisa membangun wantariksa bertenaga RTG yang cocok dalam kurun kurang dari satu dasawarsa tergolong kecil.
Meski demikian, semua sepakat bahwa komet Bernardinelli–Bernstein tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sebab komet ini menyajikan peluang untuk mengorek kisah dan dinamika dari awan komet Opik-Oort, halaman belakang tata surya kita. Kawasan yang karakternya hampir sepenuhnya masih tersembunyi di balik tirai kosmik. Kawasan dimana gravitasi Matahari masih memegang pengaruh kuat. Namun gangguan gravitasi dari bintang tetangga yang kebetulan melintas dekat maupun gaya tidal galaktik Bima Sakti mampu merontokkan bakal-bakal intikomet dari orbitnya semula di dalam awan ini. Mereka lalu akan terdorong masuk ke tata surya bagian dalam sebagai komet-komet berperiode panjang maupun parabolik / hiperbolik.
Referensi :Bernardinelli, Bernstein & Kocz. 2021. Giant Comet Found in Outer Solar System by Dark Energy Survey. National Optical-Infrared Astronomy Research Laboratory – National Science Foundation, 25 Juni 2021. Diakses 30 Juni 2021.
Kokotanekova dll. 2021. Newly Discovered Object 2014 UN271 Observed as Active at 20.18 AU. The Astronomer’s Telegram 22 Juni 2021 ATel #14733. Diakses 30 Juni 2021.