Ramadhan: Narasi Detik Kabisat di akhir Juni

Rabu, 1 Juli 2015 Tarikh Umum (TU) pagi. Mari perhatikan laman jam atom di dunia maya. Misalnya yang dikelola NIST (National Institute of Standards and Technology) dan USNO (United States Naval Observatory) dari Amerika Serikat di sini. Jangan lupa sesuaikan zona waktunya, bagi Indonesia ada tiga yakni WIB (Waktu Indonesia bagian Barat) yang setara UTC + 7, WITA (Waktu Indonesia bagian Tengah) yang setara UTC + 8 dan WIT (Waktu Indonesia bagian Timur) yang setara UTC + 9. Atau bisa juga melongok laman jam atom Indonesia yang dikelola BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) di sini.

Perhatikan baik-baik terutama saat jelang pukul 07:00 WIB pagi. Akan muncul tampilan aneh, dimana setelah pukul 06:59:59 WIB (07:59:59 WITA atau 08:59:59 WIT) maka akan disusul dengan pukul 06:59:60 WIB (07:59:60 WITA atau 08:59:60 WIT). Setelah itu barulah berlanjut dengan pukul 07:00:00 WIB (08:00:00 WITA atau 09:00:00 WIT). Keanehan ini hanya akan terjadi pada hari itu saja. Dan di hari itu pula, sehari semalam akan terdiri dari 86.401 detik. Bukan 86.400 detik seperti hari-hari sebelum ataupun sesudahnya. Aneh? Ya, inilah fenomena yang disebut sebagai detik kabisat atau leap second. Fenomena yang hari-hari ini sedang (mencoba) membikin heboh jagat.

Gambar 1. Bagaimana detik kabisat akan terjadi pada Rabu 1 Juli 2015 TU. Dalam ilustrasi ini untuk wilayah waktu Indonesia bagian Barat (WIB), dimana detik kabisat akan ditambahkan sebelum pukul 07:00:00 WIB. Sumber: Sudibyo, 2015.

Gambar 1. Bagaimana detik kabisat akan terjadi pada Rabu 1 Juli 2015 TU. Dalam ilustrasi ini untuk wilayah waktu Indonesia bagian Barat (WIB), dimana detik kabisat akan ditambahkan sebelum pukul 07:00:00 WIB. Sumber: Sudibyo, 2015.

Bujur Utama

Ada detik kabisat, ada pula tahun kabisat. Kabisat secara harfiah bermakna ‘panjang’ atau ‘tambahan.’ Sehingga tahun kabisat adalah tahun yang lebih panjang (dibandingkan normalnya). Terminologi tahun kabisat tentu lebih familier di telinga kita. Di bangku sekolah kita belajar bahwa untuk kalender Tarikh Umum (kalender Masehi atau Gregorian) yang berbasis penanggalan Matahari (solar), tahun kabisat adalah tahun yang jumlahnya harinya 366 hari. Tahun kabisat tersebut yang terjadi setiap 4 tahun sekali pada angka tahun yang habis dibagi 4. Kecuali bagi tahun abad (yakni tahun-tahun yang dua angka terakhirnya adalah nol dan nol), yang hanya terjadi saat angka tahun tersebut habis dibagi 400. Bagi kalender Hijriyyah yang berbasis penanggalan Bulan (lunar), tahun kabisat adalah tahun yang berumur 355 hari (normalnya 354 hari). Dan bagi kalender bangsa Cina yang berbasis penanggalan Bulan-Matahari (lunisolar), tahun kabisatnya adalah saat dalam setahun terdapat 13 bulan kalender (normalnya 12 bulan kalender).

Sebaliknya istilah detik kabisat jauh kurang populer. Apalagi ia baru diperkenalkan pada empat dasawarsa silam, tepatnya pada 1972 TU. Detik kabisat secara harfiah bermaka detik tambahan (detik yang ditambahkan). Sehingga hari itu akan sedetik lebih lama ketimbang hari yang normal. Mengapa sedetik lebih lama? Adakah konsekuensinya?

Detik kabisat memang baru berlaku dalam empat dasawarsa terakhir. Namun akarnya menjulur hingga ke lebih seabad silam. Tepatnya ke tahun 1884 TU. Inilah masa tatkala dunia sedang bersemangat untuk bergerak lebih cepat. Transportasi jarak jauh telah menjadi kebutuhan dengan bertulangpunggungkan pada armada kapal bermesin. Di darat, jaringan rel kereta api mulai bertumbuh antar negara menyeberangi benua. Jaringan komunikasi global pun mulai lahir meski dalam wujudnya yang paling sederhana: telegraf. Sehingga informasi dari suatu tempat bisa cepat tersalurkan ke penjuru dunia. Kala Gunung Krakatau di Selat Sunda (Indonesia) meletus sangat dahsyat pada 27-29 Agustus 1883 TU sebagai Letusan Krakatau 1883, informasinya tiba di London (Inggris) hanya dalam beberapa jam kemudian. Berbeda halnya dengan Letusan Tambora 1815 pada 68 tahun sebelumnya, yang butuh waktu berminggu-minggu untuk tiba informasinya di tanah Eropa.

Berbagai masalah terkait sistem waktu pun mulai dirasakan pada saat itu. Ya, penggunaan kalender Tarikh Umum (yang semula lebih merupakan kalender religius) mulai meluas dengan tetap mengacu pada aturan-aturan yang dibakukan dalam reformasi Gregorian pada 1582 TU. Problema muncul seiring berkembangnya penjelajahan samudera hingga mengelilingi dunia. Kala kapal-kapal pengeliling dunia kembali ke pelabuhan tempat mereka bertolak sebelumnya, awaknya mendapati bahwa hari dan tanggal yang mereka perhitungkan selama pelayaran keliling dunia selalu berselisih sehari dibandingkan hari dan tanggal di pelabuhan. Pada aras yang sama, setiap negara yang memiliki armada kapal jarak jauh menggunakan garis bujur acuan sendiri-sendiri. Maka tak jarang dua kapal dari dua negara berbeda yang sedang singgah di pelabuhan yang sama memiliki koordinat geografis yang sangat berbeda bagi pelabuhan tersebut. Problema yang mirip juga dijumpai dalam transportasi kereta api. Kereta api menghubungkan banyak kota, yang masing-masing memiliki waktu lokalnya sendiri-sendiri.

Muncul kebutuhan untuk menggabungkan segenap waktu lokal tersebut dalam satu kesatuan. Waktu lokal terkait dengan garis-garis bujur. Sementara tak ada metode obyektif untuk menetapkan garis-garis bujur Bumi, sebagaimana halnya penetapan garis-garis lintang yang dapat dilakukan secara eksak dengan pengamatan kedudukan benda-benda langit. Maka penetapan garis-garis bujur Bumi beserta segenap implikasinya hanya bisa dilakukan atas dasar kesepakatan antar manusia belaka.

Gambar 2. Halaman utara kompleks Royal Observatory of Greenwich, London (Inggris). Garis meridian Greenwich nampak divisualisasikan dengan lempengan baja di tanah. Sementara seberkas sinar laser hijau (panjang gelombang 5.20 Angstrom) disorotkan tepat di atasnya, berimpit dengan meridian Greenwich (atas). Berkas laser tersebut dapat dilihat hingga sejauh 58 kilometer, bila cuaca cerah. Berkas laser yang disorotkan ke utara tepat lewat di atas Lapangan Meridian di dekat stasiun Stradford. Sebuah monumen penanda garis meridian Greenwich didirikan di sini (bawah). Sumber: The Greenwich Meridian, diakses 29 Juni 2015 TU.

Gambar 2. Halaman utara kompleks Royal Observatory of Greenwich, London (Inggris). Garis meridian Greenwich nampak divisualisasikan dengan lempengan baja di tanah. Sementara seberkas sinar laser hijau (panjang gelombang 5.20 Angstrom) disorotkan tepat di atasnya, berimpit dengan meridian Greenwich (atas). Berkas laser tersebut dapat dilihat hingga sejauh 58 kilometer, bila cuaca cerah. Berkas laser yang disorotkan ke utara tepat lewat di atas Lapangan Meridian di dekat stasiun Stradford. Sebuah monumen penanda garis meridian Greenwich didirikan di sini (bawah). Sumber: The Greenwich Meridian, diakses 29 Juni 2015 TU.

Itulah yang melandasi terselenggaranya rangkaian pertemuan internasional terkait. Diawali dengan Konferensi Geografi Internasional 1871 di Antwerp (Belgia). Dalam konferensi yang ketiga, yang dilaksanakan di Venesia (Italia) pada 1881 TU, penetapan garis bujur nol atau garis bujur utama (meridian utama) yang universal dan penyatuan waktu standar disepakati sebagai sebuah kebutuhan mutlak. Konferensi Geodesi Internasional ketujuh yang diselenggarakan di Roma (Italia) pada Oktober 1883 TU membahas detail teknisnya terkait masalah tersebut lebih lanjut dan menelurkan butir-butir pembahasan diplomatik bagi pertemuan selanjutnya. Puncaknya adalah Konferensi Meridian Internasional 1884 yang diselenggarakan di Washington (Amerika Serikat) pada Oktober 1884 TU. Konferensi pemuncak itu dihadiri oleh 41 diplomat dari 26 negara yang merepresentasikan dunia masa itu. Dunia Islam diwakili oleh imperium Turki Utsmani, satu-satunya negara Islam yang dianggap representatif saat itu setelah ambruknya imperium Mughal (India). Sementara dinasti Qajar (Iran) mungkin tidak dianggap mewakili kawasan.

Konferensi tersebut menyepakati tujuh resolusi. Diantaranya resolusi mengenai garis bujur nol atau garis bujur utama tunggal untuk semua negara di dunia. Garis bujur nol tunggal itu ditetapkan (atas dasar voting) sebagai garis bujur yang melintasi Royal Observatory of Greenwich, London (Inggris). Dari garis ini dibentuk 180 garis bujur ke timur dan 180 garis bujur ke barat. Juga resolusi tentang definisi hari universal, yang dimulai tepat tengah malam sebagai pukul 00:00 dan diakhiri tepat tengah malam berikutnya sebagai pukul 24:00. Hari universal berpatokan pada hari Matahari rata-rata (mean solar day). Satu hari didefinisikan berumur 24 jam dengan 1 jam berumur 60 menit dan 1 menit berumur 60 detik. Sehingga dalam sehari terdapat 86.400 detik. Entitas waktu universal pun terbentuk, saat itu disebut GMT (Greenwich Mean Time). Sinkronisasinya dilakukan dengan memanfaatkan jaringan telegraf.

Detik

Dengan kesepakatan dalam perjanjian internasional tersebut, maka kalender Tarikh Umum telah selangkah lebih maju. Bila saudaranya seperti kalender Hijriyyah masih berkutat pada perdebatan pergantian bulan kalender, bahkan hingga kini, maka kalender Tarikh Umum sudah menjadi baku. Aturan-aturan baku itu terkait jenis tahun (kabisat atau biasa), jumlah bulan kalender, jumlah hari (baik dalam tahun kabisat maupun biasa), jumlah jam dalam sehari (serta turunannya) dan posisi garis batas penanggalan internasional (international date line atau IDL)-nya. Kini mereka tinggal berkonsentrasi dalam hal elemen terdasar dari kalender tersebut, yakni satuan detik. Namun, disinilah problema kembali muncul. Yang sekali lagi menunjukkan tiada kreasi manusia yang sempurna, termasuk dalam hal kalender.

Dasar dari kalender Tarikh Umum adalah periode tropis Matahari, yakni selang waktu yang dibutuhkan Matahari untuk bergerak semu tahunan dari titik tropis pertama ke titik tropis pertama berikutnya yang berurutan. Titik tropis adalah titik potong antara garis ekuator langit dengan garis ekliptika, atau lebih dikenal sebagai titik Aries. Periode tropis itu mengandung elemen hari, jam, menit dan detik. Sementara hari sendiri didefinisikan sebagai selang waktu di antara dua situasi transit meridian Matahari (istiwa’) yang berurutan, yang sedikit berbeda dan dipengaruhi oleh periode rotasi Bumi.

Lewat perkembangan radas astronomi dan pengukuran yang lebih teliti, di penghujung abad ke-19 dan awal abad ke-20 TU ketahuan bahwa periode rotasi Bumi (dalam orde detik) sesungguhnya tidak tetap. Ia bervariasi secara irregular. Bahkan dalam jangka panjang, periode rotasi Bumi cenderung kian melambat. Faktor penyebabnya beragam, mulai dari ulah manusia akibat pembangunan bendungan-bendungan raksasa yang menciptakan danau-danau buatan berskala besar hingga yang paling dominan adalah kian menjauhnya Bulan dari Bumi. Pengukuran laser khususnya berbasis cermin retroreflektor yang ditempatkan para astronot di Bulan mengesahkan bahwa Bulan memang terus menjauhi Bumi, saat ini dengan kelajuan 3,8 cm per tahun. Fenomena kuncian gravitasi membuat kian menjauhnya Bulan diimbangi dengan kian melambatnya rotasi Bumi. Untuk setiap abadnya, hari Matahari rata-rata mengalami perlambatan hingga 2,3 milidetik.

Gambar 3. Jajaran teleskop radio Smithsonian Submilimeter Array di kawasan puncak Gunung Mauna Kea, Hawaii (Amerika Serikat). Lewat jajaran teleskop radio semacam inilah dengan teknik VLBI, astronomi modern mengukur variasi rotasi Bumi setiap harinya dan waktu astronomik dengan bertumpu pada sinyal-sinyal gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari sumber kuat di luar galaksi Bima Sakti kita (quasar). Sumber: Darian, 2010.

Gambar 3. Jajaran teleskop radio Smithsonian Submilimeter Array di kawasan puncak Gunung Mauna Kea, Hawaii (Amerika Serikat). Lewat jajaran teleskop radio semacam inilah dengan teknik VLBI, astronomi modern mengukur variasi rotasi Bumi setiap harinya dan waktu astronomik dengan bertumpu pada sinyal-sinyal gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari sumber kuat di luar galaksi Bima Sakti kita (quasar). Sumber: Darian, 2010.

Dengan pengetahuan itu maka pengukuran kedudukan benda-benda langit untuk menentukan rotasi Bumi dan detik standar pun digelar. Awalnya sebatas pada posisi Bulan, Matahari dan planet-planet seperti dipelopori Andre Danjon (1929 TU). Kini pemantauan rotasi Bumi dan detik standar dilaksanakan dengan radas-radas jauh lebih kompleks dan di luar dugaan publik. Misalnya menggunakan sejumlah teleskop radio untuk memantau sinyal-sinyal elektromagnetik yang dipancarkan quasar di luar galaksi Bima Sakti kita dengan menggunakan teknik VLBI (Very Long Baseline Interferometry) secara rutin. Atau menggunakan teleskop yang dilengkapi pembangkit laser untuk dibidikkan ke titik-titik di Bulan dimana cermin-cermin retroreflektor berada, juga secara rutin. Dengan semua upaya ini, yang dilakukan di bawah koordinasi IERS (International Earth Rotation and Reference System Service), maka pada galibnya kalender Tarikh Umum tetaplah merupakan kalender yang bertulangpunggungkan pada observasi (rukyat). Observasi dilaksanakan sebagai bagian dari penjagaan-waktu (time-keeping). Bukan sebagai kalender yang hanya diperhitungkan di atas kertas (hisab), meski aturan-aturan dalam kalender ini cenderung membuat kita terjeblos berkesimpulan demikian.

Gambar 4. Satu dari lima cermin retroreflektor yang ditempatkan manusia di Bulan. Di sini dipasang oleh para astronot Apollo 11. Teleskop-teleskop khusus di Bumi akan menembakkan berkas laser ke cermin ini hingga dipantulkan balik ke lokasi teleskop tersebut berada, guna mengukur jarak Bumi-Bulan tepat saat ini. Lewat cara inilah astronomi modern mengukur variasi rotasi Bumi dan waktu astronomik setiap harinya. Sumber: NASA, 1969.

Gambar 4. Satu dari lima cermin retroreflektor yang ditempatkan manusia di Bulan. Di sini dipasang oleh para astronot Apollo 11. Teleskop-teleskop khusus di Bumi akan menembakkan berkas laser ke cermin ini hingga dipantulkan balik ke lokasi teleskop tersebut berada, guna mengukur jarak Bumi-Bulan tepat saat ini. Lewat cara inilah astronomi modern mengukur variasi rotasi Bumi dan waktu astronomik setiap harinya. Sumber: NASA, 1969.

Semua kemajuan itu mendorong lahirnya entitas waktu universal astronomik (UT1) untuk menggantikan entitas GMT. Karena jumlah detik dalam setiap tahun Tarikh Umum selalu berbeda-beda (meski perbedaannya sejatinya relatif sedikit), maka detik standar pun mengacu hanya pada satu tahun tertentu. Sepanjang tahun 1900 TU jumlah detiknya adalah 31.556.925,9747 detik. Sehingga sejak 1956 TU, 1 detik standar didefinisikan sebagai :

grafik_wktu-astronomikSelain berdasar observasi astronomi, detik standar juga dicoba untuk dihampiri dengan cara lain. Pada pertengahan abad ke-20 TU mulai giat dilakukan upaya perangsangan (stimulasi) atom-atom dengan sumber energi eksternal, meski aspek teoritisnya telah digulirkan Albert Einstein sejak 1918 TU. Perangsangan ini bertujuan untuk menghasilkan emisi foton nan berlimpah dengan masing-masing foton berada pada energi yang sama persis sehingga merambat pada panjang gelombang yang persis sama. Inilah yang melahirkan laser (light amplification by stimulated emission of radiation) dan maser (microwave amplification by stimulated emission of radiation). Baik laser maupun maser sesungguhnya bersaudara dekat. Perbedaannya, laser memancarkan foton-foton seragam dalam spektrum cahaya tampak, sementara maser dalam spektrum gelombang mikro.

Terciptanya maser memungkinkan untuk merangsang atom-atom tertentu agar beresonansi. Sehingga atom-atom tersebut akan melepaskan foton dengan energi tertentu lewat proses transisi sangat halus (hyperfine). Dengan basis inilah jam atom pun lahir dan memiliki presisi yang sangat tinggi. Jam atom pertama yang berbasis maser amonia dibangun oleh NBT (National Bureau of Standards) di Amerika Serikat pada 1949 TU. Namun jam atom yang sepenuhnya beroperasi mulai muncul pada 1955 TU, yang berbasis maser isotop Cesium-133. Jam atom Cesium tersebut dibangun di NPL (National Physical Laboratory) di Inggris. Jam atom begitu presisi sehingga bila dua jam atom identik dijalankan secara bersama-sama, mereka baru akan memiliki selisih 1 detik antara satu dengan lainnya setelah beroperasi selama 30 juta tahun penuh.

Astronomi segera melihat peluang untuk menerapkan jam atom dengan tingkat presisinya ke dalam detik standar. Memperbandingkan kinerja jam atom Cesium dengan pengamatan Bulan selama tiga tahun penuh sejak 1955 TU, maka Markowitz dkk (1958 TU) memperlihatkan bahwa 1 detik standar yang diderivasikan dari observasi astronomi identik dengan 9.192.631.770 ± 20 siklus resonan isotop Cesium-133. Upaya ini sangat menyita perhatian. Sebab dari sisi kepraktisan, isotop Cesium-13 dapat dicari dan dirangsang di berbagai tempat dimanapun di paras Bumi dengan mudah. Sehingga pada Konferensi Umum tentang Berat dan Pengukuran 1967/1968 disepakati 1 detik standar didefinisikan sebagai :

grafik_wktu-atomik

Kesulitan dan Masa Depan

Presisi yang didemonstrasikan jam atom, khususnya jam atom Cesium, segera menarik perhatian dunia. Kini tak kurang dari 50 laboratorium nasional di sejumlah negara yang telah mengoperasikannya. Jumlah keseluruhan jam atom yang beroperasi di duni pada saat ini telah melebihi 400 buah. Hasil pembacaan masing-masing jam atom yang kemudian dirata-ratakan membentuk sebuah entitas waktu tersendiri yang disebut waktu universal atomik atau TAI (Temps Atomique International). Maka pada suatu masa sempat ada dua entitas waktu, yakni waktu atomik dan waktu astronomik. Untuk mengatasi dualisme tersebut diperkenalkanlah sebuah entitas tunggal, yakni waktu universal terkoordinasi atau UTC (universal time coordinated) yang mulai berjalan sejak 1960 TU. Waktu universal terkoordinasi bertopang di atas waktu atomik, namun disinkronkan dengan waktu astronomik. Sinkronisasi inilah yang menghasilkan terminologi baru yang dinamakan detik kabisat.

Gambar 5. Contoh jam atom Cesium-133, beroperasi semenjak 1975 TU, yang ditempatkan di Observatorium La Silla (Chile) dan dikelola oleh ESO (European Southern Observatory). Operasional jam-jam atom di segenap penjuru membentuk entitas waktu sendiri yang disebut waktu atomik. Sumber: ESO, 2013.

Gambar 5. Contoh jam atom Cesium-133, beroperasi semenjak 1975 TU, yang ditempatkan di Observatorium La Silla (Chile) dan dikelola oleh ESO (European Southern Observatory). Operasional jam-jam atom di segenap penjuru membentuk entitas waktu sendiri yang disebut waktu atomik. Sumber: ESO, 2013.

Detik kabisat mulai diimplementasikan pada 1972 TU. Pelaksanaannya didelegasikan pada BIH (Bureau International de l’Heure) yang berkedudukan di Observatorium Paris (Perancis). Detik kabisat ditambahkan hanya pada tanggal 30 Juni atau 31 Desember dalam suatu tahun dan berlaku hanya setelah pukul 23:59:59 UTC. Zona waktu yang lain menyesuaikan diri dengan UTC seperti halnya penyesuaiannya dengan GMT. Maka bagi Indonesia, detik kabisat hanya bisa terjadi pada 1 Juli atau 1 Januari setelah pukul 06:59:59 WIB (07:59:59 WITA atau 08:59:59 WIB). Detik kabisat akan ditambahkan bilamana selisih antara waktu atomik dengan waktu astronomik menghampiri nilai 0,6 detik. Sebab konsep detik kabisat bertujuan agar kedua entitas waktu tersebut tidak memiliki selisih melebihi 0,9 detik.

Sejak 1972 hingga 2012 TU telah ditambahkan 24 detik kabisat. Pola penambahannya acak (tidak beraturan). Pada dekade 1970-an, detik kabisat ditambahkan setiap tahun (hingga 1979 TU). Kecuali pada 1972 TU, yang ditambahkan dua kali setahun. Sehingga dalam dekade itu secara akumulatif terjadi 9 detik kabisat. Pada dekade 1980-an, jumlah akumulatifnya menyusut menjadi 6 detik kabisat. Di dekade ini pula BIH dibubarkan dan pelaksanaan penambahan detik kabisat diserahkan kepada IERS semenjak 1 Januari 1988 TU. Pada dekade 1990-an terdapat penambahan 7 detik kabisat. Dan angka jumlah paling sedikit terjadi di dekade 2000-an, yakni hanya 2 detik kabisat.

Pada awalnya detik kabisat lebih merupakan isu bagi segelintir orang, khususnya para penjaga-waktu. Masalah belum muncul, apalagi bagi publik. Tetapi setelah munculnya revolusi teknologi informasi yang melahirkan internet dengan segala pernak-perniknya, detik kabisat mulai menjadi masalah dan menimbulkan beberapa kesulitan. Dunia maya yang dibentuk internet memungkinkan komputer saling berkomunikasi dengan patokan waktu atomik. Namun beberapa pengembang perangkat lunak nampaknya lupa atau malah tidak mengetahui bahwa dalam sistem waktu saat ini terdapat konsep detik kabisat. Akibatnya tatkala detik kabisat terjadi, perangkat lunak tersebut pun macet (crash). Maka terjadilah leap second bug.

Leap second bug ini sangat menonjol tatkala detik kabisat terakhir terjadi pada 2012 TU lalu. Kemacetan dialami oleh Reddit (Apache Cassandra), Mozilla (Hadoop) dan sejumlah platform Linux. Laman-laman populer seperti LinkedIn, Forsquare, Amazon dan Yelp juga mengalami crash. Perangkat lunak yang macet juga dialami maskapai Qantas Airways (Australia). Detik kabisat membuat perangkat lunak Amadeus, yang berfungsi untuk memonitor penerbangan dan reservasi Qantas, terganggu. 50 penerbangan Qantas terpaksa ditunda sementara ratusan calon penumpang terlantar di sejumlah bandara di segenap penjuru Australia. Selain itu juga banyak perangkat lunak yang ditanamkan dalam radas penerima GPS model lama yang juga macet. Meski detik kabisat hanyalah menambahkan 1 detik saja, namun kemacetan akibat terganggunya perangkat lunak tersebut berlangsung antara beberapa puluh menit hingga berjam-jam kemudian. Publik pun ikut dibikin repot.

Gambar 6. Calon penumpang Qantas Airways yang terlantar berjam-jam di bandara Sydney (Australia) pada 1 Juli 2012 TU seiring kekacauan leap second bug akibat detik kabisat. Sumber: Daily Telegraph, diakses 29 Juni 2015 TU.

Gambar 6. Calon penumpang Qantas Airways yang terlantar berjam-jam di bandara Sydney (Australia) pada 1 Juli 2012 TU seiring kekacauan leap second bug akibat detik kabisat. Sumber: Daily Telegraph, diakses 29 Juni 2015 TU.

Leap second bug ini sejatinya analog dengan leap year bug, kekacauan komputasi akibat tahun kabisat. Saat tahun kabisat terjadi pada 2012 TU lalu, misalnya, sejumlah perangkat lunak pun macet pada tanggal 29 Februari 2012 TU. Raksasa teknologi informasi sekelas Microsoft pun mengalaminya. Misalnya Azure, cloud computing Microsoft, yang macet hingga 8 jam lamanya. Juga sejumlah program akuntansi, yang selain tak bisa bekerja pada saat itu, juga kesulitan memroses data orang-orang yang lahir di tanggal 29 Februari. Telah muncul usulan untuk menghentikan (abolisi) praktik tahun kabisat agar leap year bug tak lagi terjadi. Namun usulan ini tak mendapat respons, salah satunya karena juga takkan mengatasi masalah eksistensi tahun kabisat di masa silam.

Layaknya leap year bug, juga telah ada usulan bagi masa depan detik kabisat. Yakni dengan menghentikannya agar potensi masalah seperti leap second bug dapat dieliminasi sepenuhnya. Usulan ini mulai diapungkan dalam lingkup ITU (International Telecommunication Union) pada 2005 TU silam dan mendapatkan pembahasan serius. Diharapkan dalam tujuh tahun kemudian keputusan dihentikan atau tidaknya detik kabisat telah dapat diambil. Namun pada Januari 2012 TU lalu ITU memutuskan untuk menunda pengambilan keputusan tentang nasib detik kabisat hingga tahun ini. Keputusan tersebut baru akan dibicarakan dalam Konferensi Radio Komunikasi Sedunia 2015 yang bakal diselenggarakan pada 2-27 November 2015 TU di Jenewa (Swiss). Sejauh ini Perancis, Italia, Jepang, Meksiko dan Amerika Serikat berdiri di kubu yang menyetujui penghapusan detik kabisat. Sebaliknya Canada, China, Jerman dan Inggris berada di kubu yang menentang. Sementara kubu yang ketiga, yang saat ini beranggotakan Nigeria, Russia dan Turki, menyerukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam segala aspeknya sebelum mengambil keputusan.

Jadi bagaimana detik kabisat 2015 ini? Akankah ia (kembali) menimbulkan leap second bug dengan potensi kerugian hingga milyaran rupiah di segenap penjuru dunia? Apakah nasibnya akan berakhir di tahun ini? Kita tunggu.

Bahan acuan :

The Greenwich Meridian. 2015. Where East Meets West. 

Jacob 2012. Leap Second Crashes Qantas and Leaves Passengers Stranded. The Daily Telegraph, July 2 2012

2 respons untuk ‘Ramadhan: Narasi Detik Kabisat di akhir Juni

  1. roy kusumah berkata:

    salam.
    bagaimana nasib kalender hijriah? bila menilik kegiatan astronomis kalender gregory akhirnya menemukan bahwa hisab saja tidak cukup,tapi juga harus dirukyat. apakah kita harus pakai pemancar laser juga dibulan? terus bagaimana dengan bujur buminya,apakah harus kita patok di ka’bah.

Tinggalkan komentar