Letusan Besar Gunung Sangeang Api (Nusa Tenggara Barat), 30 Mei 2014

Sangeang Api. Ada yang pernah mendengar namanya? Ia adalah sebuah gunung berapi yang bertempat di sudut timur laut pulau Sumbawa (propinsi Nusa Tenggara Barat) dan secara administratif menjadi bagian dari Kabupaten Bima. Gunung Sangeang Api adalah sebuah pulau vulkanis (pulau gunung berapi) yang seakan-akan menyembul begitu saja di tengah ketenangan Laut Flores yang permai. Gunung Sangeang Api ini kecil mungil, ibarat bisul yang menyembul di pinggul gajah jika dibandingkan dengan nama-nama tenar gunung-gemunung berapi Indonesia seperti Krakatau, Tambora, Merapi dan juga Kelud. Tak heran bila tak banyak yang mengenalnya, kecuali bagi mereka yang mencoba memahami geografi dan geologi Indonesia lebih baik.

Gambar 1. Letusan Sangeang Api dalam menit-menit pertamanya diabadikan dari udara. Citra ini diambil oleh Sofyan Efendi, fotografer profesional yang kebetulan sedang menjadi penumpang salah satu penerbangan komersial dari Denpasar (Bali) ke Labuhan Bajo (Nusa Tenggara Barat). Letusan nampak bersumber dari tengah-tengah pulau Sangeang, lokasi dimana kawah Doro Api yang tersumbat kubah lava 1985 berada. Daratan di latar depan adalah bagian timur pulau Sumbawa. Sumber: Eefendi, 2014 dalam MailOnline, 2014.

Gambar 1. Letusan Sangeang Api dalam menit-menit pertamanya diabadikan dari udara. Citra ini diambil oleh Sofyan Efendi, fotografer profesional yang kebetulan sedang menjadi penumpang salah satu penerbangan komersial dari Denpasar (Bali) ke Labuhan Bajo (Nusa Tenggara Barat). Letusan nampak bersumber dari tengah-tengah pulau Sangeang, lokasi dimana kawah Doro Api yang tersumbat kubah lava 1985 berada. Daratan di latar depan adalah bagian timur pulau Sumbawa. Sumber: Eefendi, 2014 dalam MailOnline, 2014.

Pada Jumat 30 Mei 2014 kemarin, bisul kecil ini pecah. Pukul 15:55 WITA, Gunung Sangeang Api mendadak menyemburkan jutaan meter kubik debu vulkaniknya menuju ketinggian langit membentuk kolom letusan berukuran besar. Semburan ini disertai suara bergemuruh dan terjadi pada saat langit bersih oleh cuaca yang cerah di bagian timur pulau Sumbawa, sehingga mengejutkan semuanya meski di sisi lain pun menjadi panorama langka yang memukau. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI mencatat tinggi kolom letusan mencapai setidaknya 3.000 meter dari paras air laut rata-rata (dpl). Namun analisis citra satelit penginderaan Bumi memperlihatkan kolom letusan menanjak naik hingga setinggi setidaknya 14.000 meter dpl, atau hampir menyamai ketinggian kolom letusan pada puncak Letusan Merapi 2010. Bahkan laporan sejumlah pilot dan penumpang penerbangan komersial yang kebetulan melintas di ruang udara Sumbawa kala letusan terjadi mengindikasikan kolom letusan membumbung hingga setinggi 20.000 meter dpl, alias sedikit lebih rendah dibanding tinggi kolom Letusan Kelud 2014.

Kolom letusan yang membumbung untuk kemudian perlahan melebar membentuk panorama mirip payung/cendawan raksasa disertai dengan tingginya puncak kolom letusan menjadi indikasi bahwa letusan Gunung Sangeang Api ini digerakkan oleh gas-gas vulkanik bertekanan sangat tinggi, yang menjadi ciri khas letusan Plinian. Karena tingginya kurang atau sama dengan 20.000 meter dpl, maka letusan Sangeang Api ini dikategorikan lebih lanjut sebagai letusan sub-plinian. Dengan ciri tersebut maka letusan Sangeang Api adalah serupa dengan apa yang terjadi dalam Letusan Kelud 2014 ataupun di masa silam pada Letusan Krakatau 1883 dan Letusan Tambora 1815. Hanya saja skala kedahsyatan Letusan Sangeang Api 2014 ini nampaknya lebih kecil dibanding ketiga gunung berapi legendaris itu.

Gambar 2. Letusan Sangeang Api diabadikan dari laut oleh Adam Malec. Nampak seluruh pulau Sangeang telah 'lenyap' di balik kepulan debu vulkanik, sementara kolom letusan membumbung tinggi dan mulai membentuk diri mirip payung/jamur raksasa. Bentuk ini merupakan ciri khas letusan-letusan besar dan yang ditenagai oleh gas-gas vulkanik bertekanan sangat tinggi. Pekatnya debu vulkanik dalam kolom letusan membuat Matahari, yang berada di latar belakang jamur raksasa ini, menghilang sepenuhnya dari pandangan. Sumber: Malec, 2014 dalam Volcano Planet, 2014.

Gambar 2. Letusan Sangeang Api diabadikan dari laut oleh Adam Malec. Nampak seluruh pulau Sangeang telah ‘lenyap’ di balik kepulan debu vulkanik, sementara kolom letusan membumbung tinggi dan mulai membentuk diri mirip payung/jamur raksasa. Bentuk ini merupakan ciri khas letusan-letusan besar dan yang ditenagai oleh gas-gas vulkanik bertekanan sangat tinggi. Pekatnya debu vulkanik dalam kolom letusan membuat Matahari, yang berada di latar belakang jamur raksasa ini, menghilang sepenuhnya dari pandangan. Sumber: Malec, 2014 dalam Volcano Planet, 2014.

Begitupun, amukan Gunung Sangeang Api sontak menyibukkan banyak orang. Bahkan bagi mereka yang ada di seberang lautan. Armada satelit cuaca, penginderaan dan sumberdaya Bumi pun segera dikerahkan, sebuah pengerahan berskala besar kedua bagi gunung berapi Indonesia dalam kurun kurang dari setengah tahun terakhir setelah Gunung Kelud. Begitu menyadari bahwa kolom letuan membumbung cukup tinggi dan kemudian hanyut ke arah timur-tenggara mengikuti hembusan angin regional hingga bakal menjangkau daratan Australia bagian utara, VAAC (Volcanic Ash Advisory Commitee) Darwin yang berada di bawah Biro Meteorologi Australia pun segera menerbitkan peringatan kode merah. Bandara Darwin pun segera ditutup, membuat ratusan penerbangan dari dan ke Darwin terpaksa dibatalkan, baik penerbangan domestik maupun internasional. Belakangan otoritas Indonesia melalui Kementerian Perhubungan RI pun mengambil langkah serupa, dengan menutup bandara Bima (Nusa Tenggara Barat) dan Tambolaka (Nusa Tenggara Timur). Akibatnya 10 penerbangan ke dan dari kedua bandara tersebut pun terpaksa dibatalkan.

Ironisnya, meski menyedot banyak perhatian di mancanegara, meletusnya Gunung Sangeang Api nyaris tak bergema di negeri sendiri. Atmosfer pemberitaan dan lalu lintas pembicaraan terutama di media-media sosial masih saja berputar-putar di sekitar pilpres disertai isu-isu yang kian lama kian tak bermutu dan tak jua mencerahkan, namun terus saja berseliweran. Bahkan dari kubu kedua capres pun tak sepatah kata terucap menyikapi Letusan Sangeang Api 2014 ini, bahkan sekedar ungkapan simpati dan empati sekalipun. Maka jangan heran kalau kita bertanya apakah orang yang menjanjikan bakal mengurus negara ini sebaik-baiknya benar-benar mengenali sudut-sudut negeri ini sebaik-baiknya sehingga mampu merancang aksi yang sesuai dengan lokasi tersebut? Indonesia bukan hanya Jakarta, pun bukan hanya pulau Jawa, pak!

Kaldera

Nama Sangeang Api sudah dikenal sejak masa Majapahit di abad ke-14. Kitab Negarakertagama pupuh 14 baris 3 menyebutnya sebagai Sanghyang Api dan menjadi salah satu daerah pendudukan sebagai amanat Sumpah Palapa yang dikumandangkan Mahapatih Gajah Mada. Walaupun ada berpendapat bahwa nama Sanghyang Api yang dimaksud di sini diperuntukkan untuk bagian tengah pulau Dompo (Sumbawa), tempat Gunung Tambora berada. Sanghyang merupakan penggabungan Sang Hyang yang bermakna dewa atau dewa-dewa. Nampaknya nama ini tersemat sebab dalam bagi negeri ini dalam masa berabad-abad silam, gunung dianggap sebagai tanah tinggi yang menjadi tempat kediaman dewa-dewa.

Nama Sanghyang Api mungkin juga melekat sebagai wujud kekaguman pada gunung tersebut, yang ibarat mercusuar raksasa yang menerangi perairan disekelilingnya kala memuntahkan lavanya. Kekaguman serupa nampaknya juga menghinggapi orang-orang Eropa yang mulai melayari perairan ini berabad kemudian. Nama Etna van Banda pun ditabalkan padanya, mengingat aksi gunung berapi ini mirip-mirip dengan Gunung Etna di kepulauan Lipari (Italia) yang juga menjadi mercusuar bagi perairan sekitarnya di kala malam selama berabad-abad. Bagi orang Eropa, Sangeang Api memang menyembul dari kedalaman laut Banda. Meski peta administratif kontemporer menunjukkan keberadaan gunung berapi ini masih berada di lingkungan perairan Laut Flores.

Gambar 3. Sebagian busur kepulauan Sunda Kecil dalam citra satelit. Busur kepulauan ini nampak diapit oleh dua sumber gempa kuat/besar, masing-masing palung Sunda (zona subduksi) di sisi selatan dan sesar sungkup Flores di sisi utara. Kotak merah berangka 1977 dan 1992 masing-masing menunjukkan sumber gempa besar 10 Agustus 1977 dan 12 Desember 1992 yang menghasilkan tsunami merusak. Gunung Sangeang Api nampak hampir segaris lintang yang sama dengan Gunung Tambora yang legendaris. Sumber: Sudibyo, 2014 dengan peta dari Google Maps.

Gambar 3. Sebagian busur kepulauan Sunda Kecil dalam citra satelit. Busur kepulauan ini nampak diapit oleh dua sumber gempa kuat/besar, masing-masing palung Sunda (zona subduksi) di sisi selatan dan sesar sungkup Flores di sisi utara. Kotak merah berangka 1977 dan 1992 masing-masing menunjukkan sumber gempa besar 10 Agustus 1977 dan 12 Desember 1992 yang menghasilkan tsunami merusak. Gunung Sangeang Api nampak hampir segaris lintang yang sama dengan Gunung Tambora yang legendaris. Sumber: Sudibyo, 2014 dengan peta dari Google Maps.

Secara geologis Gunung Sangeang Api berada di busur kepulauan Sunda Kecil, yang mencakup Bali dan Kepulauan Nusa tenggara. Busur kepulauan ini unik, sebab meski terbentuk sebagai hasil pertemuan lempeng tektonik Sunda (Eurasia) dengan Australia, namun interaksi kedua lempeng itu demikian rupa sehingga di sepanjang sisi utaranya terbentuk patahan sungkup busur belakang (back-arc thrust), masing-masing sesar Flores di sisi barat dan sesar Alor di sisi timur. Maka busur kepulauan ini dikepung oleh sumber-sumber gempa tektonik besar baik di sepanjang sisi selatannya (yakni di zona subduksi) maupun di sisi utaranya (sesar sungkup).

Zona subduksi ini pernah meletupkan Gempa Sumba 10 Agustus 1977 (Mw 8,3). Ia memproduksi tsunami besar hingga setinggi 8 meter yang menerjang pesisir selatan pulau Sumba dan menewaskan ratusan orang. Tsunami yang sama juga terdeteksi menjalar hingga ke pesisir selatan pulau Jawa di sebelah barat dan pesisir utara Australia dis ebelah selatan, meski tak menimbulkan kerusakan maupun korban. Sementara sesar Flores bertanggung jawab antara lain atas Gempa Flores 12 Desember 1992 (Ms 7,5 skala Richter) yang juga memproduksi tsunami namun dengan ketinggian lebih besar, yakni hingga 26 meter. Tsunami menerjang seluruh pesisir utara pulau Flores dengan kota Maumere sebagai lokasi terparah. Tsunami ini merenggut lebih dari 2.000 nyawa, menjadikannya sebagai bencana tsunami paling mematikan di Indonesia sepanjang abad ke-20.

Selain riuh dengan kegempaannya, posisi kepulauan Sunda Kecil yang unik mungkin turut pula berkontribusi pada galaknya gunung-gemunung berapi di sini, yang tecermin dari banyaknya gunung-gemunung berkaldera/berkawah sangat besar sebagai jejak letusan besar. Di pulau Bali, kaldera dapat dijumpai di Gunung Batur (sebagai Danau Batur) dan di Gunung Buyan-Bratan (sebagai Danau Buyan dan Danau Bratan). Di pulau Lombok terdapat kaldera Rinjani yang terbentuk 8 abad silam dalam sebuah letusan dahsyat yang kini ditabalkan sebagai letusan terdahsyat yang pernah disaksikan umat manusia sepanjang sejarah yang tercatat. Sementara di pulau Sumbawa terdapat Gunung Tambora, yang kalderanya terbentuk dalam letusan dahsyat 1815 nan legendaris dan menjadi letusan terdahsyat kedua yang pernah kita alami sepanjang sejarah tercatat.

Gunung Sangeang api pun sejatinya gunung berapi yang tumbuh di tengah kaldera tua di dasar laut, yang boleh kita namakan kaldera Sangeang Api Tua. Kaldera tersebut terbentuk berpuluh hingga beratus ribu tahun silam dalam sebuah letusan dahsyat yang menggetarkan. Di kemudian hari di tengah kaldera tua ini terbentuk sebuah gunung berapi anak. Pertumbuhan yang terus berlangsung membuat sang anak lama-kelamaan kian membesar dan akhirnya menyembul di permukaan laut melampaui garis pasang tertinggi, menjadikannya sebuah pulau permanen sekaligus pulau vulkanis. Kini gunung tersebut telah demikian besar sebagai Gunung Sangeang Api sekaligus pulau Sangeang, yang menutupi area seluas 153 kilometer persegi dengan garis tengah 13 km. Ia memiliki dua puncak, yakni Doro Sangeang/Doro Api (1.949 meter dpl) dan Doro Mantoi (1.795 meter dpl). Kawah aktif masa kini terletak di puncak Doro Api, tersumbat oleh kubah lava sisa letusan 1985.

Gambar 4. Panorama titik-titik tertinggi pulau Sangeang yang sekaligus adalah puncak-puncak Gunung Sangeang Api, diabadikan dari daratan pulau Sumbawa. Kawah aktif masa kini terletak di puncak Doro Api, yang terlihat mengepulkan asap dan berhias leleran lava di sisi barat dayanya. Letusan besar Sangeang Api 2014 berpusat dari kawah ini dan kemungkinan menjebil kubah lava 1985 yang menutupi dasar kawah. Diabadikan oleh Heryadi Rahmat. Sumber: Rahmat, 1998 dalam Pratomo, 2006.

Gambar 4. Panorama titik-titik tertinggi pulau Sangeang yang sekaligus adalah puncak-puncak Gunung Sangeang Api, diabadikan dari daratan pulau Sumbawa. Kawah aktif masa kini terletak di puncak Doro Api, yang terlihat mengepulkan asap dan berhias leleran lava di sisi barat dayanya. Letusan besar Sangeang Api 2014 berpusat dari kawah ini dan kemungkinan menjebil kubah lava 1985 yang menutupi dasar kawah. Diabadikan oleh Heryadi Rahmat. Sumber: Rahmat, 1998 dalam Pratomo, 2006.

Meski tak terkenal, sejatinya Gunung Sangeang Api tergolong rajin meletus. Semenjak pertama kali tercatat pada tahun 1512, ia telah meletus sedikitnya 17 kali hingga tahun 1989, atau rata-rata sekali meletus setiap 28 tahun. Dari 17 letusan tersebut, 1 diantaranya tergolong berukuran menengah dengan skala hingga 2 VEI (Volcanic Explosivity Index) atau dengan muntahan magma maksimum 10 juta meter kubik. Namun 4 diantaranya tergolong besar, yakni dengan skala hingga 3 VEI atau dengan muntahan magma di antara 10 hingga 100 juta meter kubik. Dari keempat letusan besar tersebut, dua diantaranya terjadi di abad ke-20 masing-masing pada tahun 1953 dan 1985.

Seperti halnya pulau-pulau vulkanis di sekitarnya, misalnya pulau Palue, kesuburan lahan pulau Sangeang menjadikannya tempat hunian manusia khususnya di sisi selatan. Namun letusan tahun 1985 yang berlanjut hingga 1988 memaksa seluruh penduduk Sangeang dievakuasi secara permanen ke daratan pulau Sumbawa. Sebab letusan besar tersebut menghamburkan lava, awan panas, hujan batu dan lahar yang mengalir ke sisi barat daya hingga mengubur lembah Sori Oi dan ke arah timur laut menimbuni lembah Sori Berano. Semenjak saat itu pulau Sangeang boleh dikata tak berpenghuni. Namun penduduk masih rutin menyambanginya di siang hari, terutama yang masih memiliki lahan pertanian di sana.

Letusan 2014

Gunung Sangeang Api tak pernah benar-benar tenang selama dua tahun terakhir. Pada Oktober 2012 silam, status gunung ini dinaikkan ke Siaga (Level III) seiring terjadinya peningkatan kegempaan dan emisi gas-gas vulkaniknya. Namun kenaikan ini tak kunjung diikuti dengan letusan. Hanya terdeteksi kepulan asap tipis bertekanan lemah yang melayang setinggi hanya antara 5 sampai 15 meter dari kawah. Justru setelah berstatus Siaga (Level III), aktivitas Sangeang Api cenderung menruun. Sehingga statusnya pun kembali diturunkan ke Waspada (Level II) pada 21 Desember 2012. Kisah serupa terulang kembali pada 21 April 2013 seiring peningkatan kegempaannya. Namun status Siaga (Level III) pada Gunung Sangeang Api pun hanya bertahan hingga 15 Juni 2013 tanpa letusan apapun, sehingga kembali diturunkan ke Waspada (Level II).

Tengara letusan besar Gunung Sangeang Api mulai terlihat melalui instrumen-instrumen seismik pada 30 Mei 2014 pagi. Sepanjang 2014 hingga pagi itu, kegempaan Gunung Sangeang Api memang berfluktuasi baik dalam hal gempa hembusan (getaran yang diikuti dengan semburan asap putih dari kawah), gempa vulkanik dalam (getaran akibat migrasi magma segar dari perutbumi menuju kantung magma dangkal di dasar gunung) dan gempa vulkanik dangkal (getaran akibat migrasi fluida, entah magma maupun gas vulkanik, dari kantung magma dangkal menuju kawah). Namun tak ada lonjakan yang berarti. Tetapi situasi berubah dramatis pada Jumat pagi tersebut, saat terdeteksi tremor menerus semenjak pukul 05:00 WITA. Tremor menerus lantas diikuti swarm (gempa vulkanik yang berlangsung terus-menerus) mulai pukul 1:48 WITA. Baik tremor maupun swarm menjadi indikasi bahwa Gunung Sangeang Api mulai memasuki tahap yang lebih membahayakan. Dan puncaknya pun pada pukul 15:55 WITA saat gunung berapi ini benar-benar meletus besar. Sehingga statusnya pun ditingkatkan menjadi Siaga (Level III) semenjak pukul 16:00 WITA.

Gambar 5. Letusan Sangeang Api dalam dua jam pertamanya, diabadikan oleh satelit cuaca Himawari (MTSAT-2) milik Badan Meteorologi Jepang dalam kanal inframerah. Pada pukul 17:00 WITA nampak titik putih mendekati sferis muncul di atas lokasi Sangeang Api (panah kuning), sebagai pertanda puncak kolom letusan sudah membumbung tinggi dan mulai melebar membentuk awan payung/jamur raksasa. Sejam kemudian (pukul 18:00 WITA) awan debu vulkanik yang sama telah melebar dan mulai bergeser ke arah timur-tenggara. Sumber: JMA, 2014.

Gambar 5. Letusan Sangeang Api dalam dua jam pertamanya, diabadikan oleh satelit cuaca Himawari (MTSAT-2) milik Badan Meteorologi Jepang dalam kanal inframerah. Pada pukul 17:00 WITA nampak titik putih mendekati sferis muncul di atas lokasi Sangeang Api (panah kuning), sebagai pertanda puncak kolom letusan sudah membumbung tinggi dan mulai melebar membentuk awan payung/jamur raksasa. Sejam kemudian (pukul 18:00 WITA) awan debu vulkanik yang sama telah melebar dan mulai bergeser ke arah timur-tenggara. Sumber: JMA, 2014.

PVMBG mencatat tinggi kolom letusan Sangeang Api ini mencapai sekitar 3.000 meter dpl. Sementara menurut VAAC Darwin, puncak kolom letusan telah memasuki lapisan stratosfer karena mencapai ketinggian antara 14.000 hingga 20.000 meter dpl. Letusan sub-plinian tersebut nampaknya menghancurkan kubah lava 1985 yang menyumbat di dasar kawah. Namun seberapa besar lubang letusan yang ditimbulkannya belum bisa ditentukan. Pun demikian seberapa banyak material vulkanik yang disemburkannya. Yang jelas hingga saat ini (Minggu 1 Juni 2014) letusan demi letusan di Gunung Sangeang Api masih terus terjadi.

Akibat letusan, debu vulkanik pun memebdaki pulau Sumbawa bagian timur dan pulau Sumba. Debu vulkanik bahkan terbawa angin sampai sejauh 3.000 km ke arah tenggara, hingga mencapai daratan Australia bagian utara. Sejauh ini 14 orang dikabarkan hilang, sementara sekitar 3.000 orang lainnya dievakuasi dari daratan pulau Sumbawa bagian timur. Sempat dikabarkan 133 orang terjebak di pulau ini saat mereka sedang di lahan pertaniannya masing-masing kala letusan terjadi. Namun hampir seluruhnya telah dapat dievakuasi ke daratan. Selama Gunung Sangeang Api masih meletus, PVMBG menyatakan seluruh bagian pulau Sangeang sebagai kawasan terlarang. Penduduk tidak diperkenankan singgah di pulau ini untuk keperluan apapun.

Referensi :

PVMBG. 2014. Peningkatan Status G. Sangeangapi Dari Waspada Menjadi Siaga, 30 Mei 2014.

Global Volcanism Program Smithsonian Institusion. 2014. Sangeang Api.

Pratomo. 2006. Klasifikasi Gunung Api Aktif Indonesia, Studi Kasus dari Beberapa Letusan Gunung Api dalam Sejarah. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 4 Desember 2006, hal. 209-227.

Volcano Planet. 2014. Sangeang Api, News & Updates.

Turner dkk. 2003. Rates and Processes of Potassic Magma Evolution Beneath Sangeang Api Volcano, East Sunda Arc, Indonesia. Journal of Petrology, Vol. 44 No. 3, page 491-515.

Hall. 2014. Pictured from a Passenger Plane: Menacing 12-mile-high Ash Cloud Looms over Indonesia’s ‘Mountain of Spirits’ after Volcano Erupts. Mail Online.

10 respons untuk ‘Letusan Besar Gunung Sangeang Api (Nusa Tenggara Barat), 30 Mei 2014

  1. Media jarang sekali yang menuliskannya, linimasa pun sepi memberitakannya. Semua hingar bingar dengan politiknya masing-masing

    Lantas bagaimana kabar para pengungsi? Bagaimana kehidupan mereka sehari-harinya? 😦

  2. Lembah Alian berkata:

    Sebelum gunung ini meletus, gempa disekitar perairan dekat gunung/Bima sering terjadi dengan durasi / selang waktu yg singkat (update di @infogempa). Berarti dh kasih sinyal. Takjub pak deng foto pertama, best moment.

Tinggalkan komentar